REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Yogyakarta terpantau mengalami peningkatan sejak pertengahan Maret. Sebagian besar berupa kasus kekerasan psikis.
"Pada Februari, sempat terjadi penurunan kasus dibanding Januari sehingga kami pun berharap ada penurunan kasus pada Maret, namun ternyata justru terjadi kenaikan,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Yogyakarta Edy Muhammad di Yogyakarta, Senin.
Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Yogyakarta, kekerasan dalam rumah tangga pada Januari tercatat 13 kasus dengan korban 11 perempuan dan dua laki-laki. Pada Februari, angkanya turun menjadi 10 kasus (sembilan perempuan dan satu laki-laki) dan pada Maret meningkat menjadi 18 kasus (14 perempuan dan empat laki-laki).
Angka kekerasan terhadap anak juga mengalami kondisi serupa. Ada dua kasus pada Januari, satu kasus pada Februari, dan meningkat menjadi enam kasus pada Maret.
Faktor utamanya adalah pada kondisi ekonomi keluarga yang kemudian berpengaruh pada kondisi emosi seseorang, namun kami belum bisa menyimpulkan apakah hal ini juga terkait dengan dampak Covid-19 atau tidak,” kata Edy.
Seluruh laporan yang masuk ke UPT P2TP2A ditangani sesuai dengan kasus yang dialami oleh korban. “Bisa saja hanya diperlukan pendampingan oleh psikolog atau membutuhkan penanganan lain, misalnya penanganan medis karena kekerasan fisik, hingga penanganan masalah hukumnya,” katanya.
Untuk mengantisipasi semakin meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga, Edy menyebut, DPMPPA Kota Yogyakarta bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta agar psikolog di tiap Puskesmas bisa memberikan bantuan penanganan untuk konsultasi.
“Kami juga memiliki Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) sebagai institusi untuk program pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Jumlah warga yang mengakses layanan pun mengalami peningkatan,” katanya.
Meskipun demikian, layanan konsultasi dengan psikolog di Puspaga Kota Yogyakarta baru bisa dilayani dengan pertemuan langsung. “Tetapi, kami upayakan untuk protokol kesehatan tetap diperhatikan karena ada saja warga yang datang untuk konsultasi,” katanya.