REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Periode 2013-2014 Chatib Basri menuturkan, pemerintah harus mempertimbangkan pemberian jaminan kredit ekspor kepada perbankan. Fasilitas ini diharapkan mampu mendorong pembiayaan kepada dunia usaha yang kini sedang mengalami kesulitan ekspor di tengah keterbatasan likuditas akibat tekanan dari pandemi Covid-19.
Chatib mengatakan, skema ini sudah pernah dilakukan oleh negara-negara anggota G20 saat menghadapi krisis keuangan global pada 2008. Saat itu, pengusaha sulit untuk mengekspor dan bank enggan membantu pembiayaan, sehingga G20 ‘step in’ melalui pemberian jaminan kredit ekspor dengan skema perdagangan.
"Pemerintah sekarang harus lakukan hal yang sama," ujarnya dalam sesi diskusi online bersama Foreign Policy Community Indonesia (FPCI), Senin (13/4).
Apabila pemerintah tidak memberikan jaminan kredit, termasuk ekspor, Chatib cemas dampak Covid-19 dapat menghantam dunia usaha secara signifikan. Khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang memang membutuhkan pembiayaan. Hasil akhirnya, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal bisa terjadi.
Dampaknya juga dirasakan ke perbankan. Chatib menambahkan, beberapa perusahaan berpotensi tidak mampu membayar utangnya dalam waktu tiga hingga enam bulan mendatang. Kondisi ini dapat menyebabkan kredit macet (Non Performing Loan/ NPL) sangat tinggi, terutama ke bank-bank kecil.
Apalagi, menurut Chatib, likuiditas di pasar akan sangat ketat, sehingga bisa berdampak ke stabilitas keuangan kita. "Jadi, sangat penting bagi bank untuk menyediakan bantuan pembiayaan dan pemerintah harus terlibat," ucapnya.
Chatib menilai, dampak pandemi Covid-19 memang signifikan ke ekonomi global maupun Indonesia. Sebab, efeknya berlangsung pada dua jalur sekaligus, yaitu dari sisi permintaan dan penawaran.
Untuk permintaan, Cina sebagai ekonomi terbesar memiliki peranan penting dalam global chain. Ketika wabah Covid-19 melanda Cina hingga menyebabkan penurunan permintaan, maka berdampak ke negara lain seperti Indonesia. Termasuk melalui ekspor maupun investasi dan pariwisata.
Selain itu, Chatib menambahkan, terjadi supply shock mengingat Cina mengekspor berbagai komponen bahan baku ke banyak negara. Jadi, ketika Cina gagal produksi, akan memukul supply chain sehingga produksi skala global pun turun. "Situasinya memang cukup signifikan," katanya.