Senin 13 Apr 2020 21:02 WIB

Apa yang Terjadi Usai Banjir Besar Zaman Nabi Nuh?

Usai banjir besar pada zaman Nabi Nuh, terjadilah arus migrasi besar manusia

Rep: Syahruddin El-Fikri/ Red: Hasanul Rizqa
Apa yang Terjadi Usai Banjir Besar Zaman Nabi Nuh?
Foto: wikipedia
Apa yang Terjadi Usai Banjir Besar Zaman Nabi Nuh?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada zaman Nabi Nuh AS, umat manusia sudah semakin banyak dan beragam tingkah lakunya--ada yang baik dan ada pula yang buruk. Maka, Allah mengutus beliau untuk menyeru kepada kaumnya, agar mereka beriman dan menyembah Allah Yang Maha Esa.

Dalam rentang usia Nabi Nuh yang mencapai 950 tahun, ternyata tak banyak yang menerima dakwah beliau.

Baca Juga

Jumlahnya diperkirakan hanya sekitar 70 orang. Angka ini didapat dari berbagai keterangan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta keterangan Alquran yang menyebutkan jumlah kaumnya yang menerima dakwah Nabi Nuh hanya sedikit. ''Dan, tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.'' (QS Hud [11]: 40).

Ketika banjir besar terjadi yang menenggelamkan seluruh kaumnya, dan saat bahtera Nuh mendarat di puncak gunung, mulai saat itu dipercaya sebagai awal dari penyebaran umat manusia dan berkembang biaknya binatang-binatang yang ikut dalam perahu Nabi Nuh.

Empat anak Nabi Nuh

Nabi Nuh mempunyai empat orang anak, yakni Kan'an, Ham, Sam, dan Yafets.

Kan'an adalah anak tertua, namun ia tewas diterjang oleh banjir besar, karena tidak mau beriman dengan Nabi Nuh. Dari ketiga anak Nuh (Sam, Ham, dan Yafets) inilah, penyebaran umat manusia periode kedua mulai bermigrasi. Oleh karena itu, Nabi Nuh juga disebut sebagai "bapak manusia kedua."

Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah menerangkan, hierarki nasab setiap umat manusia yang ada di bumi ini, kembali kepada anak-anak Nuh yang tiga orang, yakni Sam, Ham, dan Yafets.

Dalam salah satu hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dikatakan, ''Sam adalah moyang orang Arab, Ham adalah moyang Habsyah (Ethiopia, Afrika), dan Yafets adalah moyang orang Rum (Romawi, Eropa).

Al-Qalaqsyandi dalam Nihayat al-Arab fi Ma'rifat Ansab al-'Arab menyebutkan, telah ada kesepakatan di kalangan para ahli nasab (genealogis) dan para sejarawan, seluruh manusia saat ini adalah setelah Nabi Nuh AS, yaitu selain orang-orang yang bersamanya di dalam kapal.

''(Yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh.'' (QS Al-Israa' [17]: 3).

''Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.'' (QS Al-Shaffat []:77).

Yafets yang merupakan anak tertua, setelah Kan'an, mempunyai tujuh orang anak. Mereka adalah Al-Turk, Al-Khazar, Shaqlab, Tares, Menesk, Kumari (Gomari), dan Shin.

Mereka menyebar ke kawasan antara Timur dan Barat Babilonia (wilayah Nuh saat itu), sebagaimana keterangan Abu Hanifah al-Dainuri. Orang Cina dipercaya sebagai keturunan dari Yafets, yakni Shin bin Magog bin Yafets. Dan, Ya'juj dan Ma'juj adalah anak dari Magog bin Yafets.

Adapun Ham juga mempunyai anak, antara lain Al-Sind, al-Hindi (India), Zandj (negro), Habasyah (Ethiopia), Nubah, dan Kan'an. Mereka menyebar ke wilayah Selatan dan Dabur (barat).

Adapun anak-anak Sam bin Nuh adalah Iram, Arpakhsad, Elam, Elifar, dan Asur. Mereka tinggal bersama anak paman mereka Jamm, raja di tanah Babel (Babilonia).

Ad-Dainuri berkata, "Ketika anak-anak Nuh keluar, tergeraklah hati seluruh anak Nuh untuk keluar dari babel. Maka, Khurasan bin Elam bin Sam keluar. Demikian juga, dengan Pers bin Asur, Rum bin Elifar, Armen bin Nouraj, Kerman bin Tarah, Heitjal bin Elam. Mereka adalah cucu Sam bin Nuh. Masing-masing singgah bersama anak-anaknya di daerah yang dinamakan dengan namanya dan dinisbatkan kepadanya."

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement