REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak ilmuwan Muslim di sepanjang sejarah yang turut mengembangkan ilmu astronomi. Di antara mereka adalah Al-Biruni, Al-Khawarizmi, Ibnu Khaldun, dan Al-Kindi. Sosok-sosok tersebut menghasilkan sejumlah karya yang sangat fenomenal. Bahkan, karya-karya mereka menjadi pusat studi para astronom berikutnya.
Namun, jauh sebelum itu, ilmu astronomi sudah dirintis sejak zaman Nabi Idris AS. Ia mewariskan ilmu falak kepada bangsa Sumeria Kuno sekitar tahun 4.500-1.700 sebelum Masehi (SM). Konon, Nabi Idris dulunya bernama Hurmus Al-Haramisah.
Dinamakan Hurmus karena ia ahli dalam ilmu perbintangan. Dan dinamakan Idris, karena ia pandai menulis atau suka belajar (daras). Demikian disebutkan dalam Tarikh al-Hukama.
Disebutkan, bangsa Sumeria Kuno telah mempelajari ilmu perbintangan untuk mengetahui masa bercocok tanam yang baik. Misalnya, rasi bintang Taurus yang dipercaya sebagai masa awal musim semi dan cocok untuk menanam, sedangkan rasi bintang Virgo dipergunakan sebagai saat tepat untuk memanen.
Bangsa Sumeria Kuno juga dikenal sebagai bangsa pertama yang membuat pembagian bulan dalam setahun menjadi 12 bulan (zodiak) sekaligus membaginya dalam tabel. Adalah para pemikir Kerajaan Babilonia yang menemukan dua belas gugusan besar bintang-bintang di cakrawala, yang mereka bayangkan sebagai satu lingkaran, dengan menghitung jalannya bulan, dihasilkan hari.
Dengan menghitung jalannya matahari dihasilkan tanggal, bulan, serta tahun hingga akhirnya terjadi ilmu penanggalan. Dalam Alquran telah dijelaskan tentang pembagian bulan dalam setahun, yakni sebanyak 12 bulan (Lihat Surah At-Taubah ayat 36).
Dari sinilah kemudian, ilmu tentang perbintangan ini bergulir hingga ke India Kuno, dan Cina, bahkan hingga pada generasi Muslim di era abad ke-7 sampai 12 Masehi. Mereka memperkenalkan berbagai istilah dalam dunia perbintangan atau astronomi. Ada astrolabe, rubu, tympan, dan lain sebagainya. Penemuan ilmuwan Muslim tentang gugusan bintang melahirkan ilmu geometri, matematika, ilmu ukur, dan ilmu hitung.
Awalnya, ilmu astronomi hanya dipergunakan untuk masa bercocok tanam. Namun, seiring perkembangannya, ilmu ini terus berkembang. Dari waktu bercocok tanam, saat panen, penanggalan, hingga penentuan arah kiblat.