REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) RI Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) mendesak Kepolisian Republik Indonesia dan Polda Sulteng untuk segera melakukan penyelidikan secara serius terkait penembakan warga Desa Tambarana, Kabupaten Poso yang diduga dilakukan oleh anggota kepolisian.
"Mendesak ke pihak ke kepolisian (Kapolri, Kapolda Sulteng) untuk sesegera mungkin lakukan penyelidikan dan penyidikan secara serius, mendalam dan terbuka atas sebab musabab dan alasan hingga penembakan tersebut terjadi," ujar Ketua Komnas-HAM Sulteng Dedi Askary dalam keterangan tertulis, Senin (13/4).
Menurut Dedi, desakan itu merupakan tindak lanjut atau respons dan sikap Komnas-HAM atas aduan ayah dan keluarga korban penembakan almarhum Qidam Alfariski.
Dalam keterangan tertulis Komnas-HAM itu juga disebutkan, Qidam meninggal dunia setelah ditembak oleh pihak kepolisian pada Kamis (9/4), di wilayah Kecamatan Poso Pesisir. Ayah korban dalam keterangan di Komnas-HAM menyebutkan bahwa anaknya (Qidam) dianiaya dan ditembak mati oleh aparat kepolisian.
Dalam keterangan itu disebutkan bahwa ayah Qidam Alfariski datang melapor di Kantor Komnas HAM Perwakilan Sulteng didampingi paman dan Tim Pembela Muslim Sulawesi Tengah, di Ruang Penerimaan Pengaduan Komnas HAM Sulteng, Senin, 13 April 2020, sembari menyampaikan pengaduan, sekaligus menyampaikan bantahan mereka atas seluruh keterangan polisi yang menyebut almarhum merupakan anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
"Ayah dan paman almarhum bahkan sangat keberatan dan akan menuntut Polda Sulteng yang telah menyebabkan tewasnya Qidam Alfariski," katanya pula.
"Ayah dan paman Qidam menjelaskan secara langsung kepada Komnas HAM Sulteng kronologis hingga anaknya tersebut meregang nyawa," ujar Dedi lagi.
Atas hal itu, Komnas-HAM Sulteng, kata Dedi, mendesak Polri dan Polda Sulteng untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, hingga di tingkat pelaku penembak atau satuan/unit yang terlibat dalam hal ditembaknya almarhum Qisam, diproses secara fair dan terbuka.
"Lakukan evaluasi terbuka pada semua tingkatan kepemimpinan unit, satuan dan/atau satgas hingga pada anggota personel kepolisian yang bertugas di lapangan, Komnas HAM menyadari hal atau langkah tersebut bukan pekerjaan sulit, khususnya bagi Pak Kapolri Jenderal Idham Azis, namun hal tersebut penting dilakukan," ujarnya.
"Hemat kami, dari track record yang dimiliki, bagi Kapolri Idham Azis, hal tersebut bukan sesuatu hal yang mustahil beliau lakukan, selama masa evaluasi dilakukan, kepala pemimpin satuan, unit bahkan satgas, dibebastugaskan dari jabatan yang mereka emban, demi menjaga independensi, profesionalitas peoses evaluasi dan hasil evalusi," katanya pula.