REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dadang Kurnia
Berdasarkan data dari laman lawan covid-19.surabaya.go.id, jumlah warga yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Surabaya mengalami kenaikan signifikan dari sebelumnya pada Sabtu (11/4) hanya 97 orang menjadi 180 orang pada Ahad (12/4). Sedangkan pada Senin (13/4) mengalami kenaikan 28 orang sehingga total menjadi 208 orang.
Surabaya, bersama Sidoarjo, maupun Gresik saat ini menjadi daerah zona merah dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak di Jawa Timur (Jatim). Namun, hingga kini, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani belum berencana mengajukan permohonan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ke pemerintah pusat.
Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M. Fikser mengatakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sudah menggelar audiensi dengan Kapolrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi Sandi Nugraha terkait melonjaknya warga positif Covid-19 di Surabaya pada Senin (13/4).
"Bu Risma dan Pak Sandi diskusi banyak. Salah satunya jumlah yang terkonfirmasi apakah mereka dari orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dengan pengawasan (PDP). Atau data dari luar, yang kemudian test swab-nya di Rumah Sakit Surabaya dari luar masuk terus jadi seperti itu," katanya.
Fikser menjelaskan untuk pasien ODP dan PDP memang sebelumnya sudah melalui berbagai tahap pemeriksaan dan tes khususnya untuk warga Surabaya. Namun yang dikhawatirkan dari jumlah data yang dimiliki pemkot, ada pasien yang Covid-19, tetapi di luar dari data yang dimiliki pemkot.
Artinya, lanjut dia, Pemkot Surabaya harus menyiapkan strategi penanganan khusus, jika ada warga Surabaya yang berobat di luar kota dan statusnya positif Covid-19.
"Padahal Surabaya juga kan menjadi rujukan dari berbagai daerah. Bisa jadi awalnya dia (pasien) bukan positif. Lalu dalam perkembangannya berobat di rumah sakit luar Surabaya akhirnya positif. Sehingga ini yang sedang dibahas di sini bagaimana penanganannya," ujar dia.
Sebelumnya Fikser menjelaskan, sebelum PSBB diajukan, dampak yang timbul akibat penerapannya harus dipikirkan. Mulai dampak ekonomi, hingga dampak sosial masyarakat. Makanya, dia menegaskan pihaknya akan terus melakukan kajian dan analisa penerapan PSBB tersebut.
"Jadi hingga saat ini Pemkot masih melakukan kajian-kajian dan belum menerapkan itu. Hanya sebatas memberikan imbauan-imbauan di lapangan kepada masyarakat," kata Fikser.
Wakil Ketua DPRD Surabaya A.H. Thony, mengatakan, Surabaya belum punya rencana mengajukan permohonan PSBB. Karena, pandemi Covid-19 yang ada di Jakarta dengan Surabaya jauh berbeda.
"Kondisi di Surabaya masih relatif terkendali apalagi jumlah angkanya relatif lebih sedikit," kata Thony, Selasa (14/4).
Namun, Thony mengakui, Pemkot Surabaya perlu menyiapkan konsep PSBB itu dari mulai ringan maupun menengah. Namun, lanjut dia, untuk menetapkan kapan PSBB itu berlaku di Surabaya, pihaknya masih belum mengetahui.
Anggota Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya Ibnu Shobir menyarankan, Pemkot Surabaya segera mengusulkan pemberlakuan PSBB ke Kementerian Kesehatan melalui Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Hal ini menyusul warga yang positif Covid-19 mengalami kenaikan drastis.
"Saran saya seharusnya segera diberlakukan PSBB, seperti di Jakarta," katanya kepada wartawan di Surabaya, Senin (13/4).
Namun, lanjut dia, sebelum diterapkan PSBB, terlebih dahulu harus dicari solusi bagi warga Surabaya, agar ada bantuan logistik ke setiap warga selama PSBB. Ia menjelaskan sudah tiga pekan Pemkot Surabaya menangani pencegahan COVID-19, namun penyebaran virus corona sepertinya belum bisa ditekan.
"Bahkan dengan rapid test pun penyebaran virus corona belum bisa dihentikan," ujarnya.
Menurut dia, jalan satu-satunya adalah bagaimana Pemkot Surabaya menyempitkan ruang gerak Covid-19 dengan melakukan PSBB. Tentunya, kata dia, setelah PSBB menjadi opsi terakhir, langkah selanjutnya adalah perlu adanya pendampingan kepada warga seperti bantuan dana ke setiap warga selama penerapan PSBB.
Oleh karena itu, kata dia, jika memang Pemkot Surabaya memberlakukan PSBB, perlu ada bantuan dana baik untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maupun non-MBR.
"Nah dengan PSBB ini, secara otomatis akan diketahui berapa jumlah penurunan kasus ODP atau PDP," katanya.
Belum ada usulan PSBB
Pemprov Jatim menyatakan, telah berkoordinasi dengan Pemkot Surabaya dan daerah penunjang seperti Pemkab Sidoarjo dan Gresik, tentang kemungkinan penerapan PSBB. Meski demikian, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menegaskan hingga saat ini belum ada daerah yang mengusulkan PSBB.
"Hari ini apakah sudah ada PSBB? Belum. Namun kemarin Pak Sekda yang melakukan koordinasi. Pak Sekda yang akan mengonfirmasi," ujar Khofifah saat menggelar konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (13/4).
Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono mengatakan memang belum ada kabupaten atau kota di wilayah setempat yang mengajukan penerapan PSBB. Namun, dia mengakui telah berkoordinasi dengan Pemkot Surabaya, Pemkab Sidoarjo, dan Pemkab Gresik terkait kemungkinan penerapan PSBB di Kota Pahlawan.
Koordinasi dilakukan setelah melihat perkembangan yang ada di mana kasus positif Covid-19 di Surabaya terus meningkat. Bahkan, Surabaya menjadi daerah penyumbang terbanyak kasus positif Covid-19 di Jatim.
"Ini lagi kami koordinasikan kemungkinan-kemungkinan akan dilakukan PSBB. Tapi belum. Namun, hal-hal yang sifatnya seperti PSBB sudah dilakukan di kota dan kabupaten tersebut," kata Heru.