Selasa 14 Apr 2020 13:50 WIB

Diimbau Rapid Test Mandiri, Asosiasi Tekstil Keberatan

Keterbatasan informasi alat rapid test dinilai menjadi hambatan.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
Rapid test Covid-19 secara drive-thru, di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (4/4).
Foto: Humas Pemprov Jawa Barat
Rapid test Covid-19 secara drive-thru, di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (4/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan segera menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PPSB) di lima daerah yakni Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor (Bodebek). PSBB pun mulai diberlakukan pada Rabu (15/4). Gubernur Ridwan Kamil mengimbau industri yang masih melakukan operasional diimbau melakukan rapid test secara mandiri kepada para pekerja.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Rizal Tanzil mengatakan, rapid test secara mandiri jelas akan membebankan setiap perusahaan tekstil dan pabrik padat karya lainnya. Dengan jumlah pekerja yang jumlahnya ratusan sampai ribuan, maka uang yang harus dikeluarkan tidak sedikit.

Padahal, kata dia, saat ini pemasukan pabrik juga sangat minim di tengah pandemi corona yang menyulitkan perekonomian banyak negara. "Ya pasti ini akan menjadi pengeluaran tambahan bagi pabrik," ujar Rizal saat dihubungi, Selasa (14/4).

Rizal mengatakan, dalam situasi seperti ini Pemprov Jabar seharusnya bisa memberikan bantuan khususnya dalam pengandaan alat rapid test. Karena, pihak perusahann tidak tahu produk mana yang memang cocok digunakan untuk rapid test.

Saat ini, kata dia, alat rapid test bercama-macam dan hanya ada di luar negeri. Sehingga pembelian harus dilakukan dalam bentuk goverment to goverment, belum bisa dari satu perusahaan ke perusahaan lain.

"Rapid test ini kan pertama tentang akurasinya, karena banyak juga yang diragukan. Kedua sekarang barangnya susah dan harus impor. Merek alat juga kita tidak tahu," kata Rizal.

Selain itu, Rizal juga mengatakan, pihak perusahaan padat karya tidak tahu kepada pihak mana mereka harus meminta tolong agar ada yang melakukan pengetesan sesuai dengan prosedur. Sebab tidak mungkin kalau rapid test dilakukan oleh pihak klinik kesehatan yang ada di dalam pabrik. Karena, pemahaman tenaga medis yang ada, bisa jadi berbeda.

"Kan pasti harus ada petugasnya. Nah nanti ada juga biaya untuk petugasnya. Semau ini bisa membebani industri padat karya khususnya tekstil," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement