REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sepak bola nasional Eko Noer Kristiyanto menilai mundurnya Ratu Tisha Destria dari jabatan sekretaris jenderal (Sekjen) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) meruakan langkah yang tepat baginya untuk menjaga harga dirinya. Tisha secara resmi mengundurkan diri dari kursi sekjen PSSI pada Senin (13/4) melalui surat yang dikirimkan kepada PSSI. Selain berkirim surat, Tisha juga menyampaikan pernyataannya ke publik melalui akun Instagram.
Eko mengatakan, pilihan Tisha tersebut patut dihormati. Namun, kata dia, tentu keputusan ini layak dipertanyakan. Pasalnya, Tisha yang menurut dia punya fokus di bidang sepak bola dan berhasrat untuk memajukan sepak bola Indonesia justru malah meninggalkan jabatan yang cukup strategis untuk mewujudkan keinginannya tersebut.
Eko menyimpulkan, keputusan Tisha ini tak terlepas dari perlakuan kepengurusan PSSI periode 2019-2023 terhadapnya. "Peran Tisha ini kelihatan dikikis ketika dia didampingi Wakil Sekjen (Maaike Ira Puspita), padahal di kepengurusan sebelum-sebelumnya tidak ada jabatan wakil sekjen," kata Eko kepada Republika.co.id, Selasa (14/4).
Mengenai pengisi jabatan sekjen selanjutnya, Eko menyebut wajar jika untuk sementara diisi Maaike Ira Puspita sebagai plt (pelaksana tugas). Namun, jika Ira kemudian ditunjuk menjadi sekjen tetap selama periode 2019-2023, Eko menilai hal itu akan menjadi preseden buruk ke depannya. Pasalnya, Ira masih merupakan kerabat dari Iwan Bule.
"Karena PSSI selama ini kan dianggapnya rezim atau nepotisme. Kalau Ira dipilih sebagai sekjen tetap maka akan semakin melekatkan stigma itu," kata dia.
Kendati demikian, hingga saat ini Eko belum bisa menyebut siapa yang layak mengisi jabatan sekjen PSSI menggantikan Ratu Tisha. Menurut dia, seorang sekjen PSSI tidak hanya orang yang bisa mengurus administrasi, tetapi juga harus pandai melobi, membangun jaringan dan komunikasi dengan pihak luar, bahkan mengontrol keuangan. "Dia harus orang yang mengerti betul tentang sepak bola," katanya menegaskan.