REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertingal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan jajak pendapat terhadap kepala desa yang tersebar di 31 provinsi pada 10-12 April 2020. Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendes PDTT Ivanovich Agusta mencatat mayoritas kepala desa meolak warganya mudik kembali ke kampung halaman selama merebaknya pandemi virus Corona atau Covid-19.
"Jadi ada 89,75 persen hampir mutlak kepala desa nggak setuju warganya mudik," kata Ivanovich dalam video konferensi, Selasa (14/4). Dia menjelaskan aspirasi dari sekitar 3.931 sampel kepala desa yang mayoritas penduduknya muslim tersebut perlu dindengar. Khususnya bagi para perantau yang saat ini masih berada di Jakarta dan sekitarnya."Yang dibutuhkan di desa saat ini adalah tidak mudik ke desa pada Lebaran 2020," tutur Ivanovich.
Sebagian besar alasan dari kepala desa yang menjadi sampel jajak pendapat tersebut karena faktor kesehatan. Sehingga tidak memperluas penularan ke provinsi lain. Sementara yang tidak setuju, kepala desa beranggapan lebih baik kembali ke desa agar tidak tertular Covid-19 di Jakarta.
Pada dasarnya, Ivanovich memastikan sebagian besar kepala desa meminta perantau agar tidak mudik. "Aspek kesehatan harus menjadi argumen utama terutama mensosialisasikan tahun ini sebaiknya tidak mudik," tutur Ivanovich.
Sebelumnya, Ketua Umum Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengungkapkan saat ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat sebanyak 900 ribu orang sudah melakukan mudik. Saat ini tersisa 2,6 juta orang yang belum melaksanakan mudik.
Hanya saja, Agus mengatakan sekitar separuhnya saja dari 2,6 juta orang tersebut yang berpotensi untuk mudik karena aparatur negara hingga PNS dilarang melakukan mudik. "Jadi saat ini ada 1,3 juta orang yang dianggap masih ada potensi ingin mudik," kata Agus dalam konferensi video, Selasa (14/4).
Dari 3 juta pemudik tersebut, Agus memprediksi nantinya berpotensi menyebar ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra Selatan, dan Lampung. Untuk Jawa Barat sebanyak 13 persen, Jawa Tengah dan Yogyakarta 41 persen, Jawa Timur 20 persen, serta Sumatra Selatan dan Lampung delapan persen.