REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Dian Fath Risalah, Sapto Andika Candra
Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi), Andi Taufan Garuda, diketahui mengirim surat berkop Sekretariat Kabinet ke camat-camat berbagai wilayah. Dalam salinan surat yang salinannya diterima Republika, surat dengan nomor 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 itu berisi permintaan dukungan dari camat untuk sukarelawan PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) dalam upaya menanggulangi wabah Covid-19. Surat itu ditandatangani Andi Taufan, yang juga CEO PT Amartha.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengaku sangat prihatin atas langkah Andi ini. Di tengah pandemi, menurut Hinca, masyarakat harus melihat bagaimana yang seharusnya membantu pesiden menjakankan tugas dan kewajibannya mengatasi Covid-19 sekarang ini justru melakukan manuver yang kurang patut dan tak pantas.
"Perbuatan seperti ini bisa menjadi cikal dari abuse of power dan harus segera menerima konsekuensi etisnya. Publik layak mengontrolnya," kata Hinca, Selasa (14/4).
Hinca mempertanyakan, apakah tindakan yang dilakukan Andi adalah hal yang lumrah terjadi di Istana. Jika tidak, menurut Hinca, Andi Taufan layak dicopot sebagai stafsus Jokowi.
"Praktik semacam ini sesungguhnya sudah tidak bisa ditolerir lagi. Harapan saya ada dua. Pertama, Pak Jokowi bisa memberhentikannya atau saudara Andi Taufan sendiri bersedia mundur dari jabatannya. Ini gentleman," kata Hinca.
Ia pun mengingatkan, eksistensi jabatan publik memang cukup rentan dan cenderung disalahgunakan bila tak dikontrol. Kekuasaan dapat dipakai untuk kebaikan, tetapi terkadang ia bisa juga terpeleset untuk sebuah kepentingan.
"Apa yang diberitkan dan menjadi viral ini tentu kurang pantas."
Adapun Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR Aboebakar Alhabsyi dari Fraksi PKS menilai tindakan Andi Taufan dengan mengirimkan surat ke camat-camat untuk mendukung sukarelawan perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek, dalam melawan wabah Covid-19 sudah melampaui batas. "Saya melihat langkah yang dilakukan Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Ekonomi dan Keuangan, Andi Taufan Garuda Putra, sudah offside," kata Aboebakar dalam pesannya, Selasa (14/4).
Menurut Aboebakar, seharusnya stafsus tidak memiliki kewenangan administratif menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet. Ia mencontohkan tenaga ahli DPR yang juga tidak memiliki kewenangan untuk menggunakan kop surat anggota DPR.
"Tindakan tersebut melampaui kewenangan yang dimiliki oleh seorang staf khusus. Di sisi lain, ada pontensi konflik kepentingan karena staf khusus tersebut memiliki peran dalam perusahaan yang dimaksud dalam surat tersebut," kata dia.
Aboebakar menilai, Jokowi perlu menegur dan meluruskan cara kerja stafnya. "Jangan sampai ada tumpang-tindah tugas, apalagi melakukan tindakan yang offside karena melampaui kewenangan yang dimiliki," ujar anggota Komisi III DPR ini menambahkan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja Andi Taufan. Menurut ICW, Presiden Jokowi harus segera memecat staf khusus yang dinilai telah melakukan penyimpangan atau menggunakan jabatannya sebagai staf khusus untuk kepentingan pribadi dan kelompok yang bersangkutan.
“Presiden segera mengevaluasi kinerja serta posisi staf khusus dan mengambil langkah pemecatan bagi staf yang mempunyai posisi/ jabatan di tempat lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan,” kata peneliti ICW, Wana Alamsyah, dalam pesan singkatnya, Selasa (14/4)
Presiden, Wana melanjutkan, juga harus memublikasikan keputusan presiden tentang pengangkatan staf khusus presiden serta tugas, fungsi, dan wewenangnya. Selain itu, Andi Taufan juga diminta ICW segera mengirimkan surat klarifikasi dan permintaan maaf kepada seluruh camat di Indonesia terkait dengan surat kerja sama program antara pemerintah dan PT Amartha Mikro Fintek.
ICW menilai langkah Andi Taufan bermasalah. Pertama, tindakan Andi Taufan mengarah pada konflik kepentingan.
Seharusnya, sebagai pejabat publik, ia berpegang pada prinsip etika publik. Pejabat publik diharuskan untuk memiliki etika publik. Kesadaran dalam mengambil keputusan atau kebijakan tertentu harus didasarkan pada nilai-nilai luhur dan kepentingan publik.
Nilai-nilai luhur tersebut di antaranya kejujuran, integritas, dan menghindari munculnya konflik kepentingan dalam memberikan pelayanan publik dan menghasilkan kebijakan publik. Konflik kepentingan merupakan salah satu pintu masuk korupsi.
Oleh sebab itu, pejabat publik harus dapat membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan publik. Konflik kepentingan mesti dipahami secara luas, yakni tidak mendapat keuntungan material semata, tetapi juga segala hal yang mengarah pada kepentingan diri, keluarga, perusahaan pribadi, partai politik, dan lain-lain.
Kedua, ia mengabaikan keberadaan sejumlah instansi, termasuk di antaranya Kementerian Dalam Negeri. Tugas untuk melakukan korespondensi kepada seluruh camat yang berada di bawah kepala daerah merupakan tanggung jawab instansi Kemendagri. Hal itu tertera dalam pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri yang antara lain mengatur pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum.
Selama ini publik tak pernah mengetahui tugas, fungsi, dan kewenangan staf khusus presiden. Staf khusus presiden memang disebut dalam pasal 21 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 bahwa pengangkatan dan tugas pokok staf khusus presiden ditetapkan melalui keputusan presiden. Namun, stafsus sejak dilantik hingga saat ini, keputusan presiden mengenai pengangkatan stafsus dan tugas, fungsi, serta kewenangannya tidak diketahui.
"Memang, dalam pemberitaan media, Andi Taufan Garuda Putra akhirnya meminta maaf dan menarik surat yang dimaksud. Namun, hal tersebut tidak serta-merta membenarkan perbuatannya karena besarnya dugaan konflik kepentingan yang dilakukan oleh staf khusus presiden ketika menerima komitmen dari perusahaan yang didirikannya."
Pada Selasa (14/4), Andi Taufan merilis klarifikasi atas suratnya yang viral dan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia. Andi mengklarifikasi surat resmi yang ia tujukan langsung kepada seluruh camat di Indonesia.
"Saya mohon maaf atas hal ini dan menarik kembali surat tersebut," ujar Andi dalam klarifikasi resminya, Selasa (14/4).
Kondisi Andi selaku CEO Amartha sempat memantik pro dan kontra di media sosial, yakni kekhawatiran adanya konflik kepentingan dengan tugasnya sebagai staf khusus presiden. Selain itu, warganet juga menyayangkan cara Andi dalam memangkas birokrasi administrasi kenegaraan dengan mengirim surat langsung ke camat.
"Untuk itu, saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan masukan. Tentunya hal ini akan menjadi pelajaran penting bagi saya sebagai anak muda yang ingin memberikan kontribusi untuk negeri agar tetap mengikuti kaidah aturan dalam sistem birokrasi," kata Andi.
Andi menambahkan, surat tersebut sebenarnya bersifat pemberitahuan dukungan kepada program Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Dalam surat yang berkop Sekreriat Kabinet tersebut, tim lapangan Amartha akan melakukan dua tugas, yakni pemberian edukasi terkait Covid-19 dan pendataan kebutuhan APD puskesmas. Cakupan kerjanya adalah Jawa, Sulawesi, dan Sumatra.
"Dukungan tersebut murni atas dasar kemanusiaan dan dengan biaya Amartha dan donasi masyarakat, yang akan dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel. Dukungan yang diberikan dilakukan tanpa menggunakan anggaran negara, baik APBN maupun APBD," katanya.
Namun, karena surat itu telanjur viral dan menuai kontroversi, Andi pun menarik surat tersebut. Kendati begitu, Andi menegaskan komitmennya untuk terus bergerak membantu pemerintah dalam menangani penyebaran Covid-19.
"Sekali lagi terima kasih dan mohon maaf atas kegaduhan dan ketidaknyamanan yang timbul. Apa pun yang terjadi, saya tetap membantu desa dalam kapasitas dan keterbatasan saya," katanya.