REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, para menteri, dan kepala eksekutif layanan publik negara itu akan memotong gaji mereka 20 persen untuk enam bulan ke depan. Hal itu dilakukan guna mengatasi dampak ekonomi dari pandemi virus corona tipe baru atau Covid-19.
Kantor, sekolah, dan layanan nonesensial di Selandia Baru telah ditutup selama tiga pekan terakhir. Hampir seluruh kegiatan ekonomi terhenti karena negara tersebut melakukan salah satu dari karantina wilayah atau lockdown paling ketat di dunia.
Pemerintah telah memperkirakan pengangguran akan meningkat karena perlambatan global dan domestik. "Di sinilah kami dapat mengambil tindakan dan itulah mengapa kami melakukannya," kata Ardern dalam konferensi pers dikutip kantor berita Reuters, Rabu (15/4).
"Kami mengakui, warga Selandia Baru yang bergantung pada pengurangan upah, menerima pemotongan gaji, dan kehilangan pekerjaan karena pandemi global," ujarnya menambahkan.
Hingga Rabu (15/4), Selandia Baru mencatat 20 kasus baru Covid-19, sehingga jumlah total kasus menjadi 1.386. Sejauh ini telah tercatat sembilan kematian akibat virus corona tersebut di Selandia Baru.
Pemerintah diperkirakan memutuskan minggu depan apakah akan memperpanjang penutupan "Level 4" lockdown saat ini. Dalam pidatonya kepada komunitas bisnis Selandia Baru pada hari sebelumnya, Menteri Keuangan Grant Robertson mengatakan, jika pemerintah memutuskan melonggarkan pembatasan maka akan fokus untuk mengizinkan buka kegiatan ekonomi yang aman.
Robertson juga mengatakan anggaran tahunan, yang akan diumumkan pada 14 Mei, fokus pada pemulihan. "Ini akan mencakup pendanaan untuk tekanan biaya yang merupakan bagian penting dari menjaga agar negara kita terus berdetak. Tetapi kita akan mencurahkan banyak sumber daya kita untuk memulai pemulihan ini," kata Robertson dalam pidatonya yang disampaikan kepada para pemimpin bisnis.