Rabu 15 Apr 2020 15:48 WIB

Korban Tsunami Banten Masih Tunggu Kepastian Hunian Tetap

Jadi kebiasaan para korban tsunami untuk saling berbagi untuk sekadar mengisi perut.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kondisi hunian sementara (huntara) Kaliri (56 tahun) Salah seorang korban bencana tsunami Selat Sunda yang mengungsi di Labuan, Pandeglang, Banten, Ahad (22/12). Kaliri tinggal bersama sembilan orang anaknya di ruangan yang hanya seluas 3x6 meter.
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
Kondisi hunian sementara (huntara) Kaliri (56 tahun) Salah seorang korban bencana tsunami Selat Sunda yang mengungsi di Labuan, Pandeglang, Banten, Ahad (22/12). Kaliri tinggal bersama sembilan orang anaknya di ruangan yang hanya seluas 3x6 meter.

REPUBLIKA.CO.ID,PANDEGLANG -- Pascatsunami Selat Sunda pada 2018 lalu para Korban di Kabupaten Pandeglang, Banten hingga kini masih menunggu kepastian terkait janji relokasi dari hunian sementara (huntara) ke hunian tetap (huntap). Pemukiman huntara yang padat dengan tempat tinggal yang sempit membuat mereka sangat berharap relokasi segera terealisasi.

Salah seorang korban tsunami di huntara 1 Kelurahan Citanggok, Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Riyadi (48 tahun) menyebut kondisi korban di huntara ini sangat memperihatinkan. Keadaan huntara yang penuh keterbatasan ini disebutnya menjadi alasan para korban meminta segera direlokasi.

"Kita semua mengharap agar relokasi ke huntap cepat dilakukan, sebenarnya ada info kalau lokasi tanah dan pembayarannya sudah selesai, tapi tentang pembangunanya sampai relokasi kita belum diberi tahu lagi,"jelas Riyadi, Rabu (15/4).

Menurutnya, saat ini ada 600 jiwa dan sekitar 136 kepala keluarga (kk) ebih yang menempati huntara 1, sehingga pemukiman ini telah padat. "Satu hunian itu ada yang dua KK, di satu hunian bahkan ada juga yang ditinggali 10 anggota keluarga," ujarnya.

Kondisi ini diperburuk dengan perekonomian para korban yang belum pulih pascabencana dan banyak korban yang menganggur. Seringkali bahkan menjadi kebiasaan para korban tsunami untuk saling berbagi untuk sekadar mengisi perut.

"Kita kalau makan bancakan (makan bersama) sepiring dimakan bareng-bareng, masak bareng-bareng. Karena memang faktor ekonomi ini kita," katanya.

Riyadi mengatakan sangat memahami kondisi saat ini yang sedang berfokus untuk menangani wabah Covid-19, meski begitu ia berharap progres pembangunan huntap untuk para korban tegap berjalan. "Kita paham lah kondisi sekarang, tapi harapannya prosesnya terus jalan. Pahamlah, kita aja kayak nelayan ikannya nggak bisa jual kemana mana, yang dagang juga nggak laku," ujarnya.

Harapan yang sama juga dituturkan korban tsunami Pandeglang Kaliri (56 tahun) yang  mengaku terpaksa harus tinggal berhimpitan dengan sembilan anggota keluarganya di dalam satu hunian. Sehingga dalam ruangan berukuran 3x6 meter ada 10 orang anggota keluarga yang tidur dan beraktivitas di hunian sederhana ini.

"Anak saya delapan, empat Balita, tiga sekolah satu udah kerja, terus ditambah saya sama istri jadi semuanya sepuluh. Kalau dibilang sumpek ya jelas, tapi kita terima aja, bersyukur saja ya namanya manusia diuji, mau bagaimana lagi kan adanya cuman ini. Rumah hancur, barang-barang habis karena tsunami," jelas Kaliri.

Kaliri berharap agar pemerintah segera menyediakan hunian tetap (huntap) bagi dirinya dan pengungsi lain di huntara Labuan. Tempatnya yang jauh dengan lokasi mereka mengais rezeki dan padatnya pemukiman di huntara disebutnya membuat para pengungsi tidak betah.

"Kita mau usaha tapi tempat huntara ini jauh kalau buat usaha, sementara 80 persen pengungsi di sini itu mata pencahariannya nelayan dan kapalnya hacur semua karena tsunami. Kalau huntap kan katanya lebih luas rumahnya ada dua kamar juga jadi ngga padat kayak gini," katanya.

Sementara Kepala BPBD Pandeglang, Surya Darmawan mengatakan pihaknya sudah menargetkan agar huntap bagi korban tsunami bisa rampung tahun ini. Namun, adanya wabah Covid-19 ini memang disebutnya memang menjadi salah satu kendala percepatan pembangunan huntap.

"Kita targetkan tahun ini maksimal sudah selesai, tapi kita melihat sekarang ini kan masa Covid-19 batang-batang harganya naik. Jadi tinggal pemborongnya saja nanti mampu atau tidak," jelas Surya.

Surya menjelaskan, saat ini progres pembangunan huntap sudah di tahap lelang perencanaan untuk lima lokasi huntap yang terdiri dari empat di Kecamatan Carita dan satu di Kecamatan Sumur. Menurutnya, sudah ada dua dari lima lokasi lahan huntap yang sudah selesai proses lelang.

"Proses kan masih terus berjalan day to day control. Sementara saat ini sudah selesai perencanaannya, dari lima lokasi tiga belum selesai lelang perencanannya," ujarnya.

Surya mengimbau agar para korban bisa bersabar atas proses pembangunan huntap ini. "Saya harap masyarakat bisa bersabar, semuanya sedang diupayakan, kami juga bekerja keras," ucapnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement