REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tayangan program Belajar dari Rumah (BDR) membuat publik di Tanah Air heboh. Ini lantaran pada Senin (13/4), terdapat program Mimbar Agama yang muncul di tengah-tengah program itu.
Wakil Ketua Umum PBNU, Mochammad Maksum Machfoedz khawatir siaran mimbar agama dapat mendisrupsi nilai Islam yang dianut Muslim berusia anak-anak. Di usia anak rentan mengalami kegoyahan hati lalu disusupi paham lain.
"Substansi siaran itu memunculkan kontroversi dan dikritisi banyak pihak, terutama karena potensinya yang sangat mengganggu ketauhidan anak anak (beragama Islam) yang masih belia," kata kiai Maksum pada Republika, Rabu (15/4).
Maksum merasa penayangan mimbar agama berpotensi jadi santapan anak yang menjalani BDR. Mau tak mau, mereka menyaksikannya karena siaran itu berada diantaranya jeda dengan siaran lain.
"Penayangannya di antara atau dalam jeda materi ajaran tentu terpapar bagi semua yang sedang break antara dua sesi itu, dan bisa dilihat oleh pemirsa luas. Padahal materi tayangan tersebut sebetulnya adalah ‘materi khusus’ bagi kelompok tertentu tentang ajaran ketuhanan," ucap.
Dia menegaskan materi siaran mimbar agama memang difokuskan untuk agama tertentu selain Islam. Materi siarannya bukan berupa nilai-nilai kebenaran universal yang disepakati semua agama.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengakui adanya keberatan masyarakat tentang siaran pendidikan oleh Kemendikbud yang waktu penayangan beririsan dengan siaran mimbar agama tertentu. Ia menilai pentingnya tabayun oleh semua pihak dalam situasi tersebut.
"Sebaiknya pihak TVRI dan Kemendikbud memberikan penjelasan kepada masyarakat, khususnya umat Islam agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata Abdul Mu'ti pada Republika, Rabu (15/4).
Abdul Mu'ti setuju terhadap usulan pemindahan jadwal siaran mimbar agama ke waktu lain agar tak bersinggungan dengan siaran BDR. Apalagi jika usulan itu merupakan desakan mayoritas. "Jika masyarakat berkeberatan, sebaiknya jam tayang disesuaikan," ujar Abdul Mu'ti.
Selanjutnya, Abdul Mu'ti mengingatkan Muslim untuk tak mudah terpancing oleh isu provokatif. Ia khawatir provokasi semacam itu hanya berdampak perpecahan umat.
"Kepada masyarakat, khususnya umat Islam, sebaiknya tabayun dan tidak menyebar luaskan informasi yang provokatif. Tindakan provokatif dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat," ucap Abdul Mu'ti.
Plt Direktur Utama LPP TVRI, Supriyono, menyatakan pemberitaan sepihak yang menyebut program Belajar dari Rumah (BDR) disebut diselingi dengan program mimbar agama, merupakan hal yang disayangkan. Terlebih, hal tersebut menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat lintas agama.
Dia melanjutkan, program BDR dengan program mimbar agama Katolik atau agama lainnya merupakan program terpisah. DI mana seluruh jadwal, kata dia, telah berdiri sendiri dalam pola tertentu.
“Sama seperti halnya program Belajar dari Rumah, program mimbar agama adalah bagian dari tugas kepublikan TVRI dalam mengakomodir upaya dakwah semua agama yang diakui di Indonesia,” ujar dia dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Rabu (15/4).
Menurutnya, semua agama memiliki porsi siaran yang sama di chanel milik negara itu. Khusus Agama Islam, sambungnya, disiarkan rutin pada pukul 04.30-06.00 WIB melalui tayangan Serambi Islami.
Sedangkan Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Konghucu, disiarkan dalam program mimbar agama setiap harinya pada pukul 09.00-09.30 WIB.
Dia tak menampik, program mimbar agama adalah program lawas TVRI yang masih berjalan. Di mana, penyiarannya tersebut memiliki tujuan untuk saling menghargai keragaman beragama di Indonesia.
Pada awalnya, kata dia, tak ada perubahan jadwal dari mimbar agama terkait BDR. Namun, karena berbagai masukan, TVRI memindahkan jam tayang program mimbar agama agar program BDR dapat ditayangkan secara berurutan tanpa jeda program lain dan agar jam belajar menjadi lebih efektif. “Adapun program mimbar agama akan ditayangkan pada pukul 17:00 WIB setiap harinya,” tuturnya.