REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Kalbar, Rabu, menyita ribuan kapsul obat atau jamu Formav-D yang diklaim mampu menyembuhkan Covid-19. Pihaknya akan untuk meneliti khasiat dan efeknya.
"Penyitaan ini sebagai tindak lanjut dari kami karena ada keluhan dari masyarakat yang menggunakannya sehingga perlu diketahui kandungan isinya," kata kata Plt BBPOM Kalbar, Ketut Ayu Sarwutini di Pontianak.
Setiap obat atau jamu, menurut Ketut, harusnya ada izin dari BBPOM. Ia mengatakan, setelah dilakukan uji laboratorium, nantinya baru bisa diketahui kandungan jamu sitaan tersebut.
"Obat itu tidak hanya untuk mengobati saja, tetapi perlu juga diketahui apakah obat itu ada efek samping atau tidak, hal itulah yang nantinya akan diteliti," ungkapnya.
Obat DBD dan Tifus
Sementara itu, Fachrul Lutfhiselaku penemu obat atau jamu racikan Formav-D membenarkan BBPOM Kalbar telah menyita ribuan butir obat Formav-D dan bahan baku obat lainnya untuk diteliti. Ia tidak keberatan dengan hal tersebut.
"Silakan saja BBPOM Kalbar melakukan penelitian terhadap obat yang saya racik, salah satunya Formav-D yang sudah 10 tahun ini membantu masyarakat dalam mengobati sakit DBD (demam berdarah dengue), tifus, dan saat ini juga bisa mengobati Covid-19," ujarnya.
Dirinya juga yakin, kalau obat atau sejenis jamu racikannya itu tidak berbahaya karena sudah hampir sepuluh tahun ini tidak ada keluhan, dan memang bahan bakunya juga banyak di jual di pasar.
"Apalagi dalam hal ini, saya memang berniat membantu masyarakat untuk mengobati sakit DBD misalnya, dan bukan untuk dipasarkan," ujarnya.
Fachrul mengatakan, selama ini masyarakat Kota Pontianak dan sekitarnya sudah mengenal Formav-D untuk menyembuhkan pasien DBD dan tifus khususnya. Fachrul mengaku menemukan formulasi untuk Formav-D pada tahun 2006 secara tak sengaja. Pada tahun 2010, semakin banyak yang mengetahui Formav-D, terutama untuk penyakit DBD dan tifus.