REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Fatwa yang dikeluarkan oleh sekelompok cendekiawan Muslim Inggris mengizinkan para tenaga medis untuk menunda puasa Ramadhan jika dalam situasi puasa mereka berpotensi membahayakan perawatan pasien virus corona.
Dilansir dari 5pillars, beberapa pekan sebelum Ramadhan datang, para dokter, perawat dan petugas kesehatan Muslim berada pada garda depan melawan COVID-19, diikuti dengan jumlah korban yang semakin bertambah.
Para petugas medis Muslim menyebutkan tantangan bagi mereka dalam merawat pasien COVID-19 adalah perlengkapan pelindung pribadi yang mereka kenakan, termasuk masker atau respirator udara bertenaga, dapat mengakibatkan dehidrasi dan gelombang panas karena ketatnya pemasangan di sekitar wajah untuk waktu yang lama.
Selain itu, di beberapa daerah tertentu juga telah dikonfirmasi ulang untuk perpanjangan shift (lebih dari 12 jam per hari) yang semaking cenderung menyebabkan kelelahan. Dengan demikian akan sangat sulit untuk berpuasa ketika menjalankan shift. Dan apabila dokter atau perawat tetap menjalankan puasa, hal ini berpotensi mengancam jiwa.
Fatwa tersebut ditandatangani oleh para cendekiawan Deobandi di Blackburn, Batley, Bury, Bradfor, Leeds, London, Birmingham, Sheffield dan Leicester. Dalam fatwa tersebut, mereka meminta agar para petugas medis untuk mencari alternatif sehingga mereka dapat terus berpuasa, namun apabila mereka tidak bisa, maka mereka dapat menundanya.
Fatwa tersebut menjabarkan: jika memungkinkan untuk berpuasa tanpa membahayakan nyawa pasien, misalnya, apabila cuti tahunan dapat diambil dan rumah sakit memiliki staf yang memadai, maka harus dipertimbangkan, dan jika tidak mendapatkan cuti selama sebulan penuh maka ambilah sebanyak mungkin hari.
Pilihan lain untuk dipertimbangkan adalah shift yang lebih sedikit atau shift malam jika memungkinkan. Untuk Inggris, mungkin pilihan ini sedikit tidak relevan karena malam cenderung lebih singkat, namun demikian semua opsi alternatif harus dipertimbangkan.
Namun jika tidak mungkin untuk berpuasa karena kemungkinan besar dehidrasi dan haus dalam tahapan ekstrim bersamaan dengan resiko membuat kesalahan klinis pada pasien yang berpotensi mempengaruhi kehidupannya maka puasa dapat ditunda pada tanggal selanjutnya. Ini adalah bentuk penilaian dalam tingkatan pribadi berdasarkan kesehatan sendiri namun pada saat yang sama tetap mengingat kewajiban merawat pasien.
Keputusan apapun yang diambil harus disesuaikan dengan kegiatan sehari-hari. Jika tidak begitu yakin dengan kemampuan untuk berpuasa atau lebih memungkinkan untuk berpuasa di lain hari, sebagai contoh, apabila shift seorang sedang tidak sibuk atau ketika shift seorang tersebut hanya dalam jangka pendek, maka harus tetap mencoba untuk berpuasa. Namun jika tidak mampu untuk melanjutkan, maka puasa tersebut dapat dibatalkan dan diganti pada hari lain tanpa adanya hukuman.
Demikian juga, apabila mendapatkan hari libur atau hari dimana anda tidak dibutuhkan di rumah sakit, maka tetap wajib berpuasa pada hari-hari tersebut.