REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Adinda Pryanka, Dedy Darmawan Nasution
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada kuartal pertama tahun ini surplus 2,62 miliar dolar AS. Hal itu terjadi akibat akumulasi ekspor pada Januari hingga Maret 2020 sebesar 41,78 miliar dolar AS lebih besar daripada impor yang mencapai 39,16 miliar dolar AS.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, posisi neraca dagang periode tiga bulan pertama tahun ini lebih baik dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu yang mencatat defisit 62,8 juta dolar AS. Situasi tersebut membawa kabar positif, terutama di tengah tekanan perdagangan karena pandemi virus corona baru atau Covid-19.
Namun, Suhariyanto menekankan, Indonesia tetap perlu meningkatkan kewaspadaan, khususnya mengenai komposisi impor bahan baku dan barang modal yang masing-masing turun 2,82 persen dan 13,07 persen dibandingkan dengan kuartal I 2019. "Kemungkinan besar ini berpengaruh ke pergerakan sektor industri, perdagangan, dan investasi," kata Suhariyanto dalam konferensi pers melalui telekonferensi, Rabu (15/4).
Dia memerinci, impor bahan baku atau penolong pada periode Januari sampai Maret 2020 senilai 29,69 miliar dolar AS, sedangkan periode yang sama pada tahun lalu adalah 30,55 miliar dolar AS. Kontribusinya terhadap total impor mencapai 75,80 persen.
Impor barang modal ke Indonesia pada kuartal pertama tahun ini adalah 5,86 miliar dolar AS, sedangkan tahun lalu mencapai 6,74 miliar dolar AS. Kontribusinya 14,97 persen terhadap total impor dalam periode yang sama.
Berbeda dengan dua kelompok tersebut, impor barang konsumsi justru naik 7,11 persen. BPS mencatat, pada Januari hingga Maret 2020 Indonesia mengimpor barang konsumsi senilai 3,62 miliar dolar AS, naik dibandingkan dengan 3,38 miliar dolar AS pada periode yang sama tahun lalu.
Untuk neraca dagang Maret 2020, Indonesia mengalami surplus sebesar 743 juta dolar AS. Komposisinya, ekspor mencapai 14,09 miliar dolar AS, sementara impor 13,35 miliar dolar AS.
Kondisi neraca perdagangan yang masih surplus bulan lalu di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini juga menjadi kabar positif. Namun, Suhariyanto menekankan, pemerintah perlu terus waspada dan melihat situasi pada bulan-bulan mendatang.
Bank Indonesia (BI) memandang surplus neraca perdagangan pada Maret 2020 berkontribusi positif dalam memperkuat ketahanan eksternal perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian kondisi global yang meningkat seiring penyebaran Covid-19. Kelak, menurut Direktur Eksekutif BI Onny Widjanarko, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk prospek kinerja neraca perdagangan.
Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyebutkan, neraca dagang yang mengalami surplus belum dapat menggambarkan kondisi sehat secara penuh. Pasalnya, hasil tersebut didorong kinerja impor yang turun lebih dalam dibandingkan ekspor.
Yusuf mengatakan, berita baiknya adalah perkembangan ekspor ke Cina mengalami pertumbuhan cukup signifikan. Artinya, Negeri Tirai Bambu sedang melakukan pemulihan ekonomi.
"Ini berita baik karena Cina merupakan mitra dagang utama ekspor kita," tuturnya.
Yusuf menekankan, pemulihan ekonomi Cina sebenarnya bagaikan dua mata pisau untuk Indonesia. Pasalnya, Cina adalah negara asal impor terbesar Indonesia. Dengan kondisi tersebut, pemerintah perlu lebih sigap dalam menangkap sinyal perbaikan ekonomi Cina.
Yusuf mengatakan, jangan sampai dalam waktu pendek, neraca dagang Indonesia mengalami defisit karena pertambahan impor yang lebih besar daripada ekspor. Terlebih lagi, ujarnya, pertumbuhan impor terbesar justru terjadi pada kelompok barang konsumsi. Sementara itu, bahan baku atau penolong dan barang modal mengalami kontraksi.
"Padahal, barang modal sifatnya dibutuhkan industri untuk ekspor yang nilai tambahnya lebih besar," kata Yusuf.
Salah satu komoditas barang konsumsi yang impornya melonjak adalah bawang putih. Nilai impor komoditas ini pada Maret 2020 mengalami kenaikan hingga 18,8 juta dolar AS. Secara volume, jumlahnya bertambah sampai 17 ribu ton.
Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) memastikan harga bawang putih impor yang mulai masuk ke Indonesia akan segera menstabilkan harga dalam negeri. Ketua Pusbarindo, Valentino, menuturkan, ketersediaan bawang putih untuk Ramadhan dan Idul Fitri akan aman.
Valentino mengatakan, di luar Jawa, harga bawang putih memang masih cukup tinggi, yakni berkisar Rp 36 ribu hingga Rp 48 ribu per kilogram. Hal itu disebabkan sebagian besar bawang putih impor dari Cina masih dalam perjalanan menuju Indonesia.
Dari data yang diterima Pusbarindo, hingga Selasa (14/4), total pasokan bawang putih impor yang berangkat dari Cina mencapai 60 ribu ton. "Jumlah ini akan terus bertambah sehingga bawang putih akan segera turun," kata Valentino.
Arti Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan menunjukkan indikator ekonomi suatu dari negara dari sisi perdagangan internasional. Neraca perdagangan diukur berdasarkan rasio atau perbedaan antara barang dan jasa yang diekspor dengan yang diimpor di suatu negara pada periode tertentu dengan menggunakan mata uang yang disepakati.
Jika jumlah ekspor lebih tinggi dari impor, neraca perdagangan negara itu surplus. Sebaliknya, jika angka impor lebih tinggi dari ekspor, neraca perdagangannya defisit.
Neraca perdagangan punya peran penting dalam menentukan komposisi neraca pembayaran sebuah negara. Neraca perdagangan menjadi salah satu indikator utama pembentukan neraca pembayaran.
Neraca perdagangan surplus belum tentu menunjukkan indikator ekonomi yang baik. Begitupun neraca perdagangan defisit bukan berarti ekonomi negara itu tidak bagus.
(ed: ahmad fikri noor)