Kamis 16 Apr 2020 10:33 WIB

Beda Nasib UMKM Akibat Covid-19 dengan Krisis 1998

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan UMKM gulung tikar atau menurun drastis omzetnya.

Red: Indira Rezkisari
Warga menunjukkan permen jahe industri rumahan di Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu (4/4/2020). Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tersebut mengaku sejak mewabahnya COVID-19 produksi permen jahe yang dijual Rp26 ribu per kilogramnya mengalami penurunan dari sebelumnya satu kuintal permen per hari kini hanya setengah kuintal, karena penutupan pasar tradisional di sejumlah daerah serta kebijakan social distancing
Foto: ANTARA FOTO
Warga menunjukkan permen jahe industri rumahan di Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu (4/4/2020). Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tersebut mengaku sejak mewabahnya COVID-19 produksi permen jahe yang dijual Rp26 ribu per kilogramnya mengalami penurunan dari sebelumnya satu kuintal permen per hari kini hanya setengah kuintal, karena penutupan pasar tradisional di sejumlah daerah serta kebijakan social distancing

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Septyaningsih, Budi Rahardjo

Krisis ekonomi bukan kali ini saja pernah melanda Tanah Air. Di tahun 1998 krisi ekonomi besar datang dan menyurutkan perekonomian. Bedanya, 22 tahun lalu usaha mikro kecil menengah atau UMKM justru bisa membantu menyelamatkan perekonomian.

Baca Juga

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyatakan, kondisi ekonomi yang terdampak Covid-19 saat ini berbeda dengan saat krisis 1998 dulu. Sebab, kini bisnis UMKM pun terimbas.

"Pada 1998, UMKM betul-betul jadi penyelamat ekonomi dan sosial. Ketika banyak (industri) berjatuhan, ekspor UMKM justru naik 350 persen," ujar Teten dalam diskusi virtual pada Rabu, (15/4).

Ia menjelaskan, peningkatan ekspor UMKM pada 1998 tersebut didorong oleh tingginya kurs dolar AS. "Sehingga ekspor UMKM yang kebanyakan furnitur dan bahan baku lokal hasil laut dan pertanian itu meningkat dengan dolar AS tinggi," jelasnya.

Sementara pada kondisi sekarang, lanjut dia, perekonomian global pun tengah lesu. Dengan begitu permintaan turun.

Meski begitu, kata Teten, UMKM tetap memiliki peluang. "Opportunity-nya substitusi produk impor, impor tinggi itu misal buah-buahan, sayur-sayuran, bahan baku industri setengah jadi, atau material. Jadi karena impor terganggu, bisa disubtitusi UMKM sebenarnya," jelas dia.

UMKM, menurutnya, juga bisa ikut memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini yang melonjak tinggi. Di antaranya buah, sayur, ikan, vitamin, alat kesehatan, dan lainnya.

"Jadi menurut saya UMKM kini, kondisinya tidak seperti pada 1998. Hanya saja saya yakin pasar dalam negeri cukup besar dengan jumlah penduduk 250 juta, itu tidak sedikit," tegas Teten.

Dirinya yakin, jika bisnis UMKM bisa segera pulih dan mengambil peran dalam kondisi sekarang. Maka bisa menjadi penyangga ketika angka pengangguran tinggi serta kemiskinan meningkat.

Untuk memastikan kelangsungan UMKM, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) siap menerapkan program dan langkah mitigasi. Program tersebut untuk menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo memitigasi dampak wabah corona terhadap para pelaku koperasi dan UMKM.

Teten Masduki menyatakan, kementerian telah menyusun sembilan program. Ini bertujuan mengantisipasi dampak Covid-19 terhadap Koperasi dan UMKM.

Sembilan program yang dimaksud meliputi stimulus daya beli produk UMKM dan koperasi, belanja di warung tetangga, program restrukturisasi dan subsidi suku bunga kredit usaha mikro, restrukturisasi kredit yang khusus bagi koperasi melalui LPDB KUMKM, dan program masker untuk semua. Terutama masker bagi pedagang pasar kuliner supaya mereka tetap mendapatkan pelanggan.

Kemudian program keenam, yakni memasukkan sektor mikro yang jumlahnya cukup besar dan paling rentan terdampak Covid-19 dalam klaster penerima kartu prakerja untuk pekerja harian. Kemudian bantuan langsung tunai, relaksasi pajak, dan pembelian produk UMKM oleh BUMN.

Teten mengatakan, berbagai program tersebut diselaraskan dengan instruksi Presiden. “Kami berharap upaya ini bisa mendorong usaha para pelaku KUMKM di Indonesia tetap laju, dan kondisi segera pulih seperti sedia kala,” kata Teten di Jakarta, pada Rabu (15/4).

Presiden Joko Widodo menyiapkan empat langkah demi memitigasi dampak Covid-19 terhadap UMKM. Pertama, yaitu percepatan bagi upaya relaksasi restrukturisasi kredit UMKM yang mengalami kesulitan. Kedua, dalam masa pandemi ini, Presiden meminta agar disiapkan skema baru pembiayaan. Terutama berkaitan dengan investasi dan modal kerja yang pengajuannya lebih mudah dengan jangkauan terutama bagi berbagai daerah terdampak.

Ketiga, memasukkan para pelaku usaha mikro atau masyarakat yang membutuhkan dalam skema bantuan sosial. Terutama yang berkaitan dengan paket sembako. Lalu keempat, UMKM diberikan peluang terus berproduksi di sektor pertanian dan industri rumah tangga. Termasuk warung tradisional sektor makanan, dengan protokol kesehatan ketat.

Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyatakan, saat ini sudah hampir semua pelaku UMKM tutup. Mereka tidak bisa bertahan di tengah wabah corona.

"Sekarang tidak bisa bertahan. Gulung tikar alias bangkrut," ujar Ikhsan kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

UMKM, kata dia, sedang menanti kapan penyebaran Covid-19 atau virus corona berakhir. "Karena usaha sudah tutup," tuturnya.

Ia melanjutkan, berbagai stimulus yang telah dikeluarkan pemerintah untuk UMKM terasa tidak cukup. Sebab yang dibutuhkan para pelaku yakni iklim usaha sehat serta kondusif.

"Jika seperti saat ini, keadaan tidak sehat. Tidak kondusif pula," tegas Ikhsan.

Ketua Umum Hipmi Jaya Afifuddin Suhaeli Kalla mengatakan omzet UMKM merosot bahkan hingga 70 persen. Yang mencemaskan pria yang akrab disap Afie ini, wabah Covid-19 di Tanah air belum bisa diperkirakan bakal terjadi berapa lama.

Para pelaku UKM khawatir dampak virus ini akan berlanjut hingga menyentuh Ramadhan dan Lebaran. "Padahal Ramadhan dan Lebaran merupakan momen mendulang emas bagi sebagian besar pengusaha muda," ujar Afie cemas.

Ketua Bidang 8 UKM & Start-Up Hipmi Jaya Diatce G Harahap juga mencemaskan perkembangan situasi terkini di dalam negeri. Bila keadaan masih seperti sekarang atau bahkan berubah lebih parah, ia mengkhawatirkan UKM yang bergerak di sektor ritel karena tak mempunyai fleksibilitas dalam cashflow.

"Sudah hampir pasti akan terjadi PHK dan kami tidak bisa membayarkan THR," ujar Diatce. CEO Titik Temu Coffee ini lantas menyampaikan usulan dari pelaku usaha yang bergabung di Hipmi Jaya. Ia menyebutkan agar pelaku UKM bisa melakukan emergency loan, PB1 PPH21 libur seperti manufaktur, dan grace period dari bank untuk enam bulan.

Lalu membantu mengurangi beban operasional UKM sehari-hari seperti gas, air, dan listrik. Bila memungkinkan mobilisasi perusahaan kecil dan menengah untuk proyek-proyek yang membantu mengatasi Covid-19 dari pemerintah, BUMN, ataupun daerah.

Usulan itu, ujar Diatce, dimaksudkan untuk menjaga momentum pengeluaran sampai dengan Lebaran. Alasannya, mayoritas UKM bertumpu di momen Ramadhan dan Lebaran untuk bertahan hingga setahun ke depan.

Lebih dari itu, Hipmi Jaya juga meminta pemerintah mengintervensi dari sisi permintaan. "Sebab, percuma juga kalau dari sisi masyarakat tidak punya kemampuan untuk membelinya,” kata Diatce.

photo
Kartu Prakerja (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement