Kamis 16 Apr 2020 16:05 WIB

Musisi Iran Buat Pertunjukan Musik di Atap Gedung

Atap apartemen menjadi panggung pertunjukan bagi musisi Iran, Mojgan Hosseini.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Musisi Iran Mojgan Hosseini
Foto: AP
Musisi Iran Mojgan Hosseini

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Di teras atap gedung apartemen di Teheran, jari Mojgan Hosseini memetik senar qanun atau alat musik gesek kuno. Dia membawa kehidupan ke ibu kota Iran yang begitu tenang karena penyebaran virus corona.

Dengan ruang pertunjukan tertutup dan banyak warga yang terisolasi di rumah akibat wabah virus terburuk di Timur Tengah, Hosseini dan musisi Iran lainnya menemukan ruang pertunjukan di mana pun. Salah satu tempat yang dipilih oleh perempuan berusia 28 tahun ini adalah atap gedung.

Baca Juga

Hosseini mengatakan, musik memberinya kontribusi yang seharusnya diberikan sebagai anggota Orkestra Nasional Iran. Hanya sesekali sepeda motor atau kicauan burung yang terdengar saat dia bermain musik pada suatu sore.

"Sejak Covid-19 menghantam Teheran, teras atap apartemen saya telah menjadi panggung pertunjukan saya dan tetangga saya telah menjadi audiens utama saya akhir-akhir ini," kata Hosseini.

Dengan kondisi penuhi tangki air, puing-puing yang berserakan, serambi depan yang kosong, dan jendela apartemen yang terbuka musisi mengalunkan alat musiknya. Musik mereka terbang menyinggahi orang lain yang terjebak di rumah.

Konser dadakan para musisi memberi tepuk tangan dan menawarkan harapan kepada pendengar. Bahkan, ketika pertunjukan publik masih mendapat sorotan garis keras oleh pemerintah Iran.

"Kami bukan pekerja medis garis depan, penjaga rumah sakit, atau pekerja toko bahan makanan, tetapi saya pikir banyak musisi, termasuk saya sendiri, merasa berkewajiban untuk menawarkan layanan kenyamanan dan hiburan kami di masa-masa sulit ini," kata pemain bass ganda di halaman depan rumah, Arif Mirbaghi.

Musisi telah lama menjadi andalan dalam kehidupan Iran, sejak kekaisaran Persia kuno. Legenda mengatakan bahwa Raja Jamshid, raja keempat dari Dinasti Pishdadian, dikenal sebagai "raja dunia" menciptakan musik dengan lirik empat senar.

Seiring waktu, pengaruh Barat membawa serta simponi Eropa. Awalnya setelah Revolusi Islam 1979, musik pop dan musik yang dipengaruhi Barat semuanya menghilang.

Musik klasik perlahan-lahan muncul kembali pada 1990-an dan telah menjadi semakin populer. Namun, perempuan masih tidak diperkenankan untuk bernyanyi sebelum pendengar termasuk pria dan masyarakat garis keras telah menghancurkan konser yang mendorong batasan budaya yang diberlakukan oleh teokrasi Syiah Iran. Di luar Teheran, para pejabat terus membubarkan pertunjukan.

Tapi, pandemi virus corona telah melonggarkan beberapa adat istiadat. Salah satu momen tersebut ketika para dokter dan perawat menari di video media sosial yang sebelumnya bisa menjadi alasan untuk petugas keamanan penangkapan. Kini, musik pun bisa didengarkan dan dimainkan siapa pun.

Di antara mereka yang turun ke atap adalah musisi perempuan seperti komposer dan pemain alat musik Midya Farajnejad. Tar adalah instrumen khas Iran berleher panjang yang dimainkan dengan cara dipetik seperti gitar.

"Tidak mudah bagi saya untuk tinggal di rumah dan tidak berada di atas panggung atau di studio selama karantina, jadi saya bermain tar di atap, untuk berbagi emosi saya dengan tetangga," kata Farajnejad saat jeda dalam satu lagu.

Musisi lain, pemain akordion Kaveh Ghafari memiliki pendapat senada dengan Farajnejad. Masa karantina wilayah menjadi waktu ketika dia membagikan kemampuannya memainkan alat musik kepada tetangga rumahnya. Dia merasakan kekuatan lebih besar dari sentuhan seni seperti saat ini.

"Selama hari-hari karantina ini, satu-satunya tempat yang saya rasa dapat saya bagikan musik saya adalah di halaman saya dengan tetangga saya sebagai audiens utama saya," kata Ghafari. 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement