REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan mengenai kelonggaran kredit bagi debitur-debitur yang terdampak virus corona. Aturan restrukturisasi kredit tersebut diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai Kebijakan Countercyclical.
OJK mencatat per 14 April 2020, terdapat sekitar 328.329 nasabah atau debitur yang sudah mendapatkan keringanan kredit atau restrukturisasi kredit. Jumlah tersebut terdiri dari nasabah perbankan dan debitur perusahaan pembiayaan.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan jumlah debitur yang telah mendapat restrukturisasi pada industri perbankan sebanyak 262.966 debitur. Sementara jumlah debitur yang disetujui untuk mendapat restrukturisasi oleh perusahaan pembiayaan sebanyak 65.363 debitur.
"Adapun yang masih dalam proses permohonan sebanyak 150.345 debitur," ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (26/4).
Dalam aturan disebutkan, kelonggaran bisa untuk debitur dari sektor pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan kelautan. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit atau pembiayaan.
Sejumlah nasabah, baik UMKM hingga ojek online pun sudah banyak yang menerima fasilitas kelonggaran kredit tersebut. Adanya relaksasi kredit, pelaku usaha dan debitur lainnya dapat terbantu dan bertahan menghadapi kondisi yang menantang.
Contohnya Hatma, seorang debitur PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Hatma memiliki usaha pengolahan hasil laut berupa rajungan, cumi, dan ikan yang berlokasi di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Ia menjadi pemasok produk rajungan yang seluruhnya diekspor ke Amerika Serikat. Namun sejak merebaknya pandemi virus corona usahanya terpukul.
“Sekarang sama sekali tidak ada ekspor. Tidak berani membeli karena tidak bisa dipasarkan, setop sama sekali,” ucapnya.
Dalam menjalankan usahanya, ia bekerja sama dengan sebuah perusahaan di Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, ketika virus corona merebak, produk rajungan yang dipasoknya tidak bisa dijual karena terhentinya permintaan dari Negeri Paman Sam. Kondisi ini terjadi sejak awal Maret 2020, hingga akhirnya produksinya terhenti.
“Sebulan lalu sudah mulai (tersendat), pernah jalan lagi sebentar. Berhenti sekarang karena tidak bisa dijual. Maret sudah mulai tersendat karena permintaan dari Amerika tidak ada sama sekali,” ucapnya.
Lalu, ia pun berinisiatif menghubungi pihak Bank Mandiri untuk menjelaskan kondisi bisnisnya yang tak memungkinkan untuk membayar cicilan kredit. Keringanan kredit pun ia ajukan dengan proses yang relatif cepat, Hatma berhasil memperoleh restrukturisasi kredit.
Ia diberi penangguhan pembayaran pokok dan bunga, serta perpanjangan jangka waktu kredit selama 12 bulan. Proses pengajuan keringanan kredit tersebut diakui Hatma hanya memakan waktu sekitar 10 hari.