REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mempertanyakan apakah kualitas penyelenggaraan Pilkada 2020 bisa maksimal apabila digelar pada 9 Desember 2020. Ia menilai, penyelenggara pemilu akan menghadapi kompleksitas pelaksanaan pemilihan serentak di tengah pandemi Covid-19.
"Konsekuensinya adalah apakah nanti kualitasnya juga akan maksimal? Karena penyelenggara pemilu kita itu pernah punya pengalaman, tahapan Pilkada 2018 yang berimpitan dengan tahapan Pemilu 2019, dan teman-teman penyelenggara merasakan betul kompleksitasnya ketika tahapan itu berimpitan," ujar Khoirunnisa dalam diskusi virtual, Kamis (16/4).
Hari pemungutan suara pemilihan serentak di 270 daerah ditunda hanya tiga bulan dari jadwal semula 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Padahal, menjelang status masa keadaan darurat Covid-19 hingga 29 Mei 2020, belum dipastikan akan berakhir atau justru diperpanjang karena kasus yang kian meningkat hingga kini.
"Kalau kami mengusulkan kalau mau menunda ya sekalian saja, betul-betul nunggu keadaannya bersih (dari Covid-19)," kata dia.
Khoirunnisa mengatakan, pilkada bukan hanya tentang hari pemungutan suara, ada sejumlah rangkaian tahapan yang harus dijalankan dalam waktu yang relatif panjang. Penundaan empat tahapan pada Maret lalu berdampak pada kelanjutan pelaksanaan tahapannya jika akhir Mei atau awal Juni kembali dimulai.
Padahal, pandemi Covid-19 sendiri tren kasus diprediksi baru akan menurun pada Juni atau Juli mendatang. Apabila tahapan sebelum pemungutan suara pilkada dimulai Juni kemungkinan justru akan membawa risiko penyebaran Covid-19 yang lebih besar karena belum benar-benar berakhir.
Khoirunnisa melanjutkan, tahapan-tahapan pilkada memang diselenggarakan dengan melibatkan banyak orang atau kerumunan dan interaksi fisik yang saat ini dihindari untuk mencegah penyebaran virus corona. Misalnya saja pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih, verifikasi faktual syarat dukungan calon perseorangan dengan metode sensus, atau masa kampanye.
Ia menilai, penundaan pilkada ini tidak memberikan cukuo waktu bagi penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan tahapan lanjutan pemilihan. Menurut dia, pemerintah dan penyelenggara pemilu harus memperhatikan potensi masalah yang timbul imbas wabah virus corona.
"Menyelenggarakan pemilu di masa yang normal saja itu potensi masalahnya besar, apalagi kalau di masa-masa krisis dan waktunya tidak cukup," tutur Khoirunnisa.
Diketahui, kesepakatan politik telah dibuat Komisi II DPR RI yang menyetujui pemerintah soal pemungutan suara Pilkada 2020 digelar pada 9 Desember 2020. Pilkada serentak di 270 daerah ini ditunda dari jadwal semula 23 September 2020 akibat wabah virus corona di Indonesia maupun dunia.