Kamis 16 Apr 2020 18:23 WIB

PGN Butuh Insentif Agar tak Rugi

Kementerian ESDM menerbitkan peraturan harga gas khusus untuk industri.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Pipa gas PGN/ilustrasi
Foto: Wikipedia
Pipa gas PGN/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta memberikan insentif untuk badan usaha hilir minyak dan gas bumi (migas). Insentif tersebut diberikan agar tidak ada pihak yang dirugikan saat penurunan harga gas untuk sektor industri menjadi 6 dolar AS per MMBTU diterapkan.

Anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya menyebutkan, penerapanpenurunan harga gas yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 harus tetap menjaga keekonomian, keberlanjutan usaha, aspek tata kelola, dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku

Baca Juga

"Komisi VI DPR RI akan meminta Kementerian BUMN untuk berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi regulasi agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap dividen, penerimaan negara dari pajak serta pelaksanaan tanggung jawab sosial kepada masyarakat," kata Gde, yang menjadi  Pimpinan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR bersama Kementerian BUMN secara virtual, di Jakarta, Kamis (16/4).

Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah mengandalkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Pertamina, PLN dan PGN untuk memberikan stimulus perekonomian dalam menghadapi wabah virus corona baru (Covid-19). Seharusnya, pemerintah memberikan insentif agar perusahaan tersebut tetap stabil saat menghadapi terpaan wabah Covid-19.

"Kalau pemerintah memberikan penugasan ini harus diberikan kompensasi, boleh ambil buahnya jangan tebang pohonya," ujar Herman.

Terkait stimulus penurunan harga gas, pemerintah telah menerbitkan peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang cara penetapan penggunaan dan harga gas bumi tertentu bidang industri.

Herman memandang, pemerintah seharusnya melindungi PGN sebagai BUMN yang diandalkan dalam penyuran gas bumi dan membangun infrastrukturnya, terlibih perusahaan tersebut berstatus terbuka sehingga perlu kehati-hatian dalam menetapkan kebijakan terkait gas bumi, agar tidak mebuat harga saham turun, investor tidak lari dan berujung pada kerugian.

"Ini harus kita membuat proteksi karena mereka harus untung. Kita harus back up agar merek tetap survive," tuturnya.

Anggota Komisi VI DPR Nyat Kadir menambahkan, penerapan penurunan harga gas bumi menjadi 6 dolar AS per MMBTU harusnya memikirkan ke ekonomian pembangunan infrastruktur gas, sebab dengan kondisi geografis Indonesa yang beragam membutuhkan investasi besar untuk melaksanakannya.

"Ada kebijakan permen, yang terus ditekankan oleh bapak presiden mulai Maret sudah 6 dolar AS per MMBTU apakah itu jalan. Kalau itu jalan apakah harganya masuk secara keekonomian di Indonesia ini, dengan geografis, pasang peralatan transmisi pulau dan macam-macam, hambatan geografis lah," tuturnya.

Untuk menurunkan harga gas menjadi 6 dolar per MMBTU pemerintah menurunkan harga gas di hulu menjadi 4-4,5 dolar AS dan biaya distribusi menjadi 1,5-2 dolar AS per MMBTU.

Direktur Utama PGN Gigih Prakoso menyampaikan, keekonomian biaya penyuran gas yang dilakukan PGN sebagian masih 2,6-3,2 dolar AS per MMBTU. Maka, dengan diterapkannya penurunan harga gas menjadi 6 dolar AS per MMBTU akan berdampak pada penurunan pendapatan dan laba Usaha, bahkan berisikio kerugian.

Sebab itu Gigih berharap pemerintah memberikan insentif untuk menjaga keuangan perusahaan tetap sehat, saat penurunan harga gas diterapkan.

"Sesuai Permen 08 tahun 2020 sebenarnya sudah diputuskan akan ada insetif kepada badan usaha untuk di sektor hilir namun belum ada pendalaman mekanisme  ini, kami membutuhkan dukungan pemerintah, para anggota komisi VI, bagaimana dengan mekaniske insetif ini karena jika tidak clear sulit mempertahankan keekonomian jika harga harus 6 dolar AS per MMBTU," tutupnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement