REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonganan Laoly kembali mengungkapkan alasannya membebaskan narapidana dan anak lewat program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Alasan utamanya yakni karena faktor kemanusiaan.
"Ini karena kemanusiaan. Tidak ada yang bisa menjamin Covid-19 tidak masuk ke dalam lapas atau rutan, karena ada petugas yang punya aktivitas di luar dan kita tidak pernah tahu jika dia membawa virus itu ke dalam lapas," kata Yasonna melalui keterangan resminya, Kamis (16/4).
Yasonna kembali menegaskan, kebijakan memberikan asimilasi dan integrasi pada warga binaan di lapas serta rutan over kapasitas juga dilakukan atas rekomendasi PBB untuk seluruh dunia. Selain Indonesia, negara-negara lain juga membebaskan napi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam lapas.
Di antaranya Amerika Serikat, California membebaskan 3.500 napi, New York City membebaskan 900 napi, Haris County 1.000 napi, Los Angeles 600 napi, serta Federal 2.000 napi.
Kemudan Italia membebaskan 3.000 napi, Inggris & Wales membebaskan 4.000 napi, Iran membebaskan 85 ribu napi dan 10 ribu tahanan politik, Bahrain membebaskan 1.500 napi, Israel 500 napi, Yunani 15.000 napi, Polandia 10 ribu napi, Brazil 34 ribu napi, Afganistan 10 ribu napi, Tunisia 1.420 napi, Kanada 1.000 napi, dan Prancis membebaskan lebih dari 5.000 napi.
"Sekali lagi, ini karena alasan kemanusiaan karena kondisi di dalam lapas dan rutan sudah sangat kelebihan kapasitas dan kondisi di dalam lapas akan sangat mengerikan jika tidak melakukan pencegahan penyebaran Covid-19," ujar Yasonna.