Kamis 16 Apr 2020 21:29 WIB

OJK Terbitkan Panduan Penyusunan Laporan Keuangan Perbankan

Perbankan diminta terapkan skema restrukturisasi sesuai asesmen yang akurat.

Rep: Novita Intan/ Red: Budi Raharjo
Petugas menghitung uang rupiah. (ilustrasi)
Foto: Thoudy Badai/Republika
Petugas menghitung uang rupiah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan panduan penyusunan laporan keuangan perbankan dalam penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71. Hal ini terkait penghitungan pencadangan dan PSAK 68 mengenai pengukuran nilai wajar surat berharga.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan panduan ini dikeluarkan karena dampak covid-19 secara signifikan memengaruhi pertimbangan (judgement) entitas dalam menyusun laporan keuangan.

"Kami meminta perbankan untuk melakukan beberapa hal. Di antaranya, mematuhi dan melaksanakan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 dan secara proaktif mengidentifikasi debitur-debitur yang selama ini berkinerja baik namun menurun kinerjanya karena terdampak covid-19," ujarnya dalam keterangan tulis di Jakarta, Kamis (16/4).

Surat edaran yang telah ditandatangani oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 serta panduan Dewan Standar Akuntansi Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) pada 2 April 2020 tentang Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Penerapan PSAK 8.

Otoritas juga meminta perbankan dapat menerapkan skema restrukturisasi mengacu pada hasil asesmen yang akurat. Hal ini disesuaikan dengan profil debitur dengan jangka waktu selama-lamanya satu tahun dan hanya diberikan pada debitur-debitur yang benar-benar terdampak covid-19.

Selanjutnya menggolongkan debitur-debitur yang mendapatkan skema restrukturisasi tersebut dalam Stage-1 dan tidak diperlukan tambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Perbankan harus melakukan identifikasi dan monitoring secara berkelanjutan serta berjaga-jaga untuk tetap melakukan pembentukan CKPN, apabila debitur-debitur yang telah mendapatkan fasilitas restrukturisasi tersebut berkinerja baik pada awalnya.

"Hal tersebut perlu dilakukan karena diperkirakan menurun karena terdampak covid-19 dan tidak dapat pulih pasca restrukturisasi atau dampak covid-19 berakhir," ucapnya.

Selain itu, lanjut Anto, OJK juga memberikan panduan penyesuaian bagi perbankan dalam pengukuran nilai wajar khususnya terkait penilaian surat-surat berharga. Hal ini mengingat tingginya volatilitas dan penurunan signifikan volume transaksi di bursa efek dan mempengaruhi pertimbangan bank dalam menentukan nilai wajar dari surat berharga.

Panduan yang diberikan kepada bank yaitu menunda penilaian yang mengacu pada harga pasar (mark to market) untuk Surat Utang Negara (SUN) dan surat-surat berharga lain yang diterbitkan pemerintah termasuk surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia selama enam bulan. Selama masa penundaan perbankan dapat menggunakan harga kuotasian 31 Maret 2020 untuk penilaian surat-surat berharga tersebut.

Kemudian menunda penilaian yang mengacu pada harga pasar (mark to market) untuk surat-surat berharga lain selama enam bulan sepanjang perbankan meyakini kinerja penerbit (issuer) surat-surat berharga tersebut dinilai baik sesuai kriteria tertentu yang ditetapkan.

Selama masa penundaan perbankan dapat menggunakan harga kuotasian 31 Maret 2020 untuk penilaian surat-surat berharga tersebut. Apabila kinerja issuer dinilai tidak atau kurang baik maka perbankan dapat melakukan penilaian berdasarkan model sendiri dengan menggunakan berbagai asumsi antara lain suku bunga, credit spread, risiko kredit issuer, dan sebagainya.

Terakhir, melakukan pengungkapan yang menjelaskan perbedaan perlakuan akuntansi yang mengacu pada panduan OJK dengan SAK sebagaimana dipersyaratkan dalam PSAK 68. Novita Intan

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement