REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wabah Covid-19 yang menyerang secara global memengaruhi berbagai sektor, utamanya ekonomi. Banyak kelompok rentan yang terdampak akibat kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) yang dikeluarkan pemerintah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) lantas mengeluarkan gagasan untuk menghadirkan pengelolaan dana sosial keagamaan demi membantu masyarakat yang membutuhkan. Dana sosial keagamaan ini bisa diperoleh dari zakat, infak, dan sedekah (ZIS).
Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas menyebut hingga saat ini masih belum jelas kapan wabah Covid-19 akan berakhir. Selama itu pula, akan muncul masalah akibat masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau pendapatannya.
"Banyak aktifitas yang tidak bsa dilakukan mengakibatkan produktifitas menurun. Secara ekonomi, pendapatan dan daya beli ikut menurun. Keuntungan pengusaha ikut berdampak yang bisa mengakibatkan pengangguran meningkat, dan menyebabkan kemiskinan," ujar Anwar Abbas dalam Dakwah Daring MUI, Kamis (16/4).
Kemiskinan yang meningkat nantinya mengakibatkan peningkatan dari sisi kriminalitas. Dengan bertambahnya kriminalitas, maka investasi yang bisa didapat negara juga akan menghilang. Hal ini mempengaruhi keadaan negara dalam jangka yang panjang.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Anwar Abbas mengajak seluruh masyarakat utamanya umat Islam untuk mengatasi bersama-sama. Permasalahan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga individu dan masyarakat.
Diperlukan kerja sama dari berbagai pihak agar terlepas dari kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Dalam kondisi saat ini, yang sangat terpukul dan terganggu ekonominya adalah masyarakat yang berada di lapisan bawah.
Rencana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dikeluarkan pemerintah nantinya akan menjangkau tiap keluarga dengan nominal 600ribu rupiah. Nilai ini, menurut Anwar Abbas tidak akan mencukupi. Sehingga perlu ada bantuan peran serta masyarakat.
"Peran serta masyarakat kalau dalam Islam, itu dari zakat, infaqz sedekah (ZIS). Kita bisa memanfaatkan dana zakat yang ada untuk mengentaskan kemiskinan yang termarginalisasi," ujarnya.
Kesadaran masyarakat untuk saling membantu ini harus direspon cepat oleh ketua RT dan RW masing-masing. Harus mengambil inisiatif mengumpulkan dana ZIS dari warganya untuk dibagikan lagi di kelompok masyarakat tersebut.
Anwar Abbas menyebut di zaman awal Islam, dalam praktik pengumpulan zakat, pemerintah akan membagi dana tersebut dimana ia diambil. Jika di tingkat RT sudah dibagi dan ada kelebihan, baru uang tersebut dikumpulkan di tingkat RW. Begitu seterusnya berjenjang hingga sampai ke pusat.
Dalam HR Bukhari dan Muslim, Abu Hurairah ra menyatakan sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya".
Dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang. Sedang tetangganya kelaparan sampai ke lambungnya. Padahal ia (orang yang kenyang) mengetahui.”
"Berangkat dari hadis, saya berpikir dana ZIS harus diberikan kepada tetangga. Ini diberikan melalui lembaga zakat dan masjid, yang terstruktur. Sehingga terdata siapa yang mendapat BLT, siapa yang mendapat ZIS. Jadi tidak bertumpuk pada satu mustahik saja," ucap pria yang juga menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah ini.
Ia menyebut, apa yang dilakukan umat Muslim dengan memperhatikan tetangga sekitar akan berpengaruh pada masalah sosial. Akan timbul hubungan yang baik dan bagus antar tetangga, saling menolong, percaya, serta saling memperhatikan.
Potensi dana umat di Indonesia sangat besar. Penelitian yang dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebut potensinya sebesar 200 triliun rupiah. Namun hingga kini, yang bisa diambil baru 10 triliun rupiah berdasarkan catatan Baznas.
Anwar Abbas pun meyakini jika angka ZIS di Indonesia lebih dari yang terdata di Lembaga Amil Zakat (LAZ). Karena, masih banyak masyarakat yang memberikan bantuan secara langsung dan tidak terdata. Yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah dana umat ini sudah terbagi dengan baik atau belum.
Hadir dalam diskusi tersebut, Pakar Alquran dan Hadits, KH Ahsin Sakho Muhammad, yang meminta umat Muslim Indonesia untuk menunjukkan solidaritas bersama. Umat Islam disebut memiliki peran besar dalam menghadapi wabah Covid-19 ini.
"Masyarakat memiliki kewajiban untuk memikirkan ini semua. Sedekah yang diberikan saat diperlukan akan sangat membantu," ujarnya.
Untuk masalah distribusi bantuan, Kiai Ahsin Sakho membaginya dalam dua bidang. Pertama adalah pendistribusian langsung atau disebut mubasyir. Bentuknya berupa makanan.
Kebutuhan pangan adalah hal primer dalam kehidupan manusia. Memasuki bulan Ramadhan nanti, membagikan takjil atau makanan berbuka kepada yang membutuhkan bisa tetap dilakukan, terlebih kondisi darurat.
Distribusi kedua adalah yang sifatnya tidak langsung atau ghairu mubasyir. Contohnya adalah pembagian dana zakat kepada masyarakat.
"Bola panas ada di lembaga amil zakat. LAZ baiknya bekerja sama dengan masjid atau rt/rw, tentang bagaimana medistribusikan dana itu. Jangan saling menunggu yang akhirnya semakin banyak yag membutuhkan," ucapnya.
Terakhir, Kiai Ahsin Sakho mengajak umat Muslim untuk meningkatkan kepedulian dan kebersamaan antar sesama. Umat muslim di Indonesia merulakan mayoritas dan mampu menghadapi pandemi ini. Ia mengajak umat untuk memperlihatkan kepada dunia jika umat Muslim mampu melewati permasalahan ini.