REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Anggota parlemen Amerika Serikat (AS) meminta Presiden Donald Trump tidak mengorbankan kesehatan publik dengan membuka kembali aktivas ekonomi yang dihentikan karena pandemi virus corona. Trump menggelar pertemuan jarak jauh dengan anggota parlemen yang ia tunjuk sebagai gugus tugas penasihat kongresional dalam upaya pemulihan perekonomian.
Dampak ekonomi pandemi virus corona terlihat jelas dalam data pemerintah federal. Setidaknya sebanyak 22 juta warga Amerika kehilangan pekerjaan mereka karena kebijakan pembatasan sosial yang bertujuan untuk memutus rantai penularan virus corona.
Trump pun sudah memberikan peta jalan kepada gubernur-gubernur negara bagian yang mengalami penurunan kasus infeksi untuk membuka kembali bisnis dan sekolah. Tapi para anggota parlemen meminta Trump tidak terlalu cepat mengembalikan aktivitas seperti semula.
"Prioritas tertinggi saya di gugus tugas ini adalah memastikan agar langkah pemerintah federal membuka kembali aktivitas perekonomian diambil secara bipartisan, berdasarkan data dan pendapat ahli pakar kesehatan publik," kata Senator dari Partai Demokrat Mark Warner, Jumat (17/4).
Pemerintah federal ingin memulihkan dampak perekonomian virus corona secara perlahan-lahan. Di mana mungkin dibutuhkan langkah-langkah memitigasi gangguan perekonomian di beberapa wilayah hingga vaksin ditemukan. Sesuatu yang tampaknya baru dapat bisa diraih tahun depan.
"Hal ini tidak akan membuat situasi di mana stadion-stadion penuh orang. Kami orang Amerika, kami beradaptasi," kata Menteri Perumahan dan Pembangunan Kota Ben Carson.
Trump mengklaim AS telah 'membangun pemeriksaan virus corona paling canggih dan kuat di seluruh dunia'. Tapi orang-orang di lingkar terdekatnya pun meminta Trump tetap berhati-hati dengan keputusan membuka kembali aktivitas perekonomian.
"Kami kesulitan dengan pemeriksaan skala besar. Anda tidak bisa kembali bekerja sampai kami dapat melakukan pemeriksaan lebih banyak lagi," kata Senator dari Partai Republik Lindsey Graham yang biasanya mendukung keputusan Trump.