REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang menyebabkan terjadinya pembatasan aktivitas ekonomi dan pemberlakuan berbagai paket stimulus pajak, akan memberikan tekanan kepada penerimaan pajak.
"Penerimaan pajak akan menghadapi tekanan berat pada bulan selanjutnya karena adanya perlambatan aktivitas ekonomi, pemberian stimulus dan fasilitas serta penurunan harga komoditas," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (17/4).
Sri Mulyani mengatakan kondisi itu terlihat dari realisasi penerimaan pajak pada Maret 2020 yang sudah mulai memperlihatkan perlambatan, salah satunya pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yang hanya tumbuh 3,8 persen.
Salah satu penyebab pelemahan pertumbuhan pajak karyawan ini adalah perlambatan pembiayaan angsuran atau masa yang hanya tumbuh 4,11 persen.
"Bersamaan dengan ini, pembayaran PPh Pasal 21 atas jaminan hari tua, iuran atau pensiun, justru tumbuh 10,12 persen, tertinggi selama triwulan satu, yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah tenaga kerja," ujarnya.
Jumlah pembayaran PPh orang pribadi (OP) juga tumbuh negatif 63,53 persen atau hanya menyumbang sekitar Rp 1,72 triliun karena adanya kebijakan relaksasi pembayaran hingga akhir April 2020.
Selain itu, realisasi PPh badan ikut mencatat adanya pertumbuhan negatif hingga 8,35 persen karena mulai melemahnya kegiatan ekonomi pada minggu kedua Maret 2020.
Sektor yang masih tumbuh positif pada periode ini adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri yang tumbuh 8,35 persen meski hal itu sebagai dampak dari pembayaran yang dilakukan pada Februari.
"Meski demikian, diperkirakan pada bulan berikutnya, PPN akan melemah seiring dengan kebijakan PSBB di beberapa daerah," ujarnya.
Secara keseluruhan, realisasi penerimaan pajak periode Januari-Maret 2020 tercatat tumbuh negatif 2,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Pendapatan pajak termasuk dari sektor migas mencapai Rp 241,6 triliun atau 14,7 persen dari target atau turun dibandingkan periode 2019 sebesar Rp 247,7 triliun atau 15,7 persen dari target.
Penerimaan itu dari PPh nonmigas sebesar Rp 137,5 triliun, PPh migas sebesar Rp 10,3 triliun dan PPN sebesar Rp 92 triliun.
Dari jenis pajak, kontribusi terbesar berasal dari PPN dalam negeri Rp 51,63 triliun, PPN impor Rp 37 triliun, PPh Pasal 21 Rp 36,58 triliun dan PPh badan Rp 34,54 triliun.
Dari sisi sektor usaha, penyumbang terbesar penerimaan adalah industri pengolahan Rp 64,06 triliun, perdagangan Rp 52,76 triliun, jasa keuangan dan asuransi Rp 33,33 triliun serta konstruksi dan real estate Rp 16,02 triliun.
"Pandemi Covid-19 terlihat nyata di sektor transportasi dan pergudangan yang biasanya tumbuh double digit, tapi sektor ini mulai stagnan, hanya memberikan Rp11,96 triliun dan kontribusinya tumbuh 5,1 persen," kata Sri Mulyani.