REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) memperkirakan sekitar 280 ribu tenaga kerja di sektor furnitur berpotensi terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Permintaan global furnitur menurun drastis terdampak Virus Corona baru atau Covid-19
"Penyebab utama dari besarnya prediksi gelombang PHK tersebut adalah berhentinya orderan di pasar global sejak awal Maret 2020," kata Sekretaris Jenderal HIMKI Abdul Sobur kepada wartawan, Jumat (17/4).
Ia mengatakan berdasarkan catatan HIMKI industri furnitur nasional sampai saat ini telah menyerap hingga 2,1 juta tenaga kerja dengan berbagai jenis kontrak. "Negara-negara tujuan ekspor sebagian besar sudah tidak menerima orderan lagi karena setop beroperasi. Sebagian lainnya mengalami penundaan pesanan sehingga kami tidak bisa mengirim barang," kata Sobur. Padahal kata dia, 90 persen furnitur nasional berorientasi pasar luar negeri.
Dengan penghentian maupun penundaan pemesanan yang mencapai sekitar tiga pekan, PHK dikhawatirkan tidak dapat dihindari. Sobur menjelaskan mayoritas produk furnitur Indonesia diekspor ke Amerika dan Eropa. Kemudian ada juga yang ke Timur Tengah, Asia, dan Australia.
"Karena sumber ordernya terhenti maka banyak perusahaan yang mulai merumahkan karyawannya. Terutama pegawai borongan," kata Sobur.
Ia memprediksi sejumlah industri furnitur sehat akan mampu mempertahankan pegawai sampai delapan pekan sejak virus corona diumumkan masuk Indonesia.
"Tetapi bagi perusahaan kelas menengah dan bawah bisa lebih pendek lagi. Tidak sampai empat minggu. Kami merasakan bayar gaji bulan April saja sudah sulit. Tidak ada pemasukan," katanya.
Kalau itu sudah terjadi, kata dia, tentu sebagian besar perusahaan akan pilih jalan merumahkan pegawai. Ia mengatakan dari 280 ribu tenaga kerja sektor furnitur yang terkena PHK, sebanyak 30 persennya berada di Jawa Timur yang merupakan penyumbang terbesar ekspor furnitur nasional dengan nilai sekitar 700 juta dolar AS.
Ia berharap pemerintah bisa lebih cepat melakukan antisipasi sehingga perusahaan padat karya tidak sampai gulung tikar. Karena industri padat karya seperti furnitur, kerajinan, serta makanan dan minuman adalah penyerap tenaga kerja terbesar.
"Kami meminta beberapa keringanan dari pemerintah seperti penundaan pembayaran pajak dan relaksasi pembayaran utang sektor perbankan. Khususnya bank plat merah,” ujarnya.
Ke depan, ia berharap, agar pemerintah mendorong furnitur nasional bisa menguasai pasar dalam negeri. "Indonesia punya pasar yang luas, sehingga perusahaan furnitur lokal wajib mempelajari pasar domestik. Jadi kalau ada goncangan di luar, industri dalam negeri tetap bisa bertahan," katanya.