REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Alquran surah an-Najm ayat 43 dijelaskan, di antara fitrah manusia ialah tertawa dan menangis. Hidup memang tak selalu "hitam", tetapi adakalanya juga "putih", yakni cerah dan penuh kegembiraan.
Salah satu bentuk rasa gembira itu ialah ekspresi canda. Rasulullah SAW pun dalam hidupnya pernah bercanda.
Dalam akhlak islami, membuat orang lain bahagia pun dianjurkan sebagai kebajikan. Nabi SAW bersabda, "Senyummu untuk saudaramu adalah kebajikan (sedekah)” (HR Imam Ahmad).
Tentunya, humor boleh dilakukan, asalkan tidak diiringi berbagai perbuatan tak terpuji. Misalnya, berbohong, berbicara kotor, mengolok-ngolok, dan merendahkan sesama manusia. Janganlah hanya demi mendapatkan tawa dari orang lain, perbuatan-perbuatan buruk itu dilakukan. Nabi SAW bersabda, ”Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa" (HR Abu Dawud). Dalam hadis lainnya, beliau menegaskan, "Sesungguhnya tidaklah aku berbicara, kecuali yang benar” (HR Tirmidzi).
Canda Nabi
Dikisahkan dalam sebuah riwayat, ada seorang laki-laki meminta kepada Nabi Muhammad SAW agar beliau membawanya di atas kendaraan. Lantas, Rasulullah berkata, ”Aku akan membawamu di atas anak unta.”
Orang tadi pun bingung. Sebab, ia hanya melihat seekor unta dewasa, bukan anak unta.
Rasulullah menjelaskan, ”Bukankah yang melahirkan anak unta itu seekor unta juga?” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Contoh lainnya dari canda Nabi ialah kisah berikut. Suatu hari, Rasulullah SAW kedatangan seorang nenek tua yang bertanya, ”Apakah kelak diriku akan masuk surga?”
Nabi SAW pun menjawab, ”Tidak akan ada nenek-nenek di surga.”
Mendengar jawaban itu, spontan sang nenek menangis sedih. Lantas, Rasulullah SAW menjelaskan kepadanya. Kelak, tidak ada nenek-nenek di surga. Sebab, semua ahli surga akan kembali belia. Sang nenek pun kembali tersenyum senang.