Sabtu 18 Apr 2020 13:51 WIB

Seberapa Efektif Tes Antibodi terhadap Covid-19?

Studi menyebut, beberapa tes antibodi diduga memberikan hasil yang palsu.

Rep: Mabruroh/ Red: Nora Azizah
Studi menyebut, beberapa tes antibodi diduga memberikan hasil yang palsu (Foto: ilustrasi tes antibodi)
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Studi menyebut, beberapa tes antibodi diduga memberikan hasil yang palsu (Foto: ilustrasi tes antibodi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi antibodi dilakukan oleh Universitas Stanford kepada 3.300 orang sukarelawan di Santa Clara County di California. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa jumlah kasus Covid-19 bisa lebih tinggi dari hitungan resmi pemerintah.

Penelitian tersebut dikeluarkan pada Jumat (17/4). Hasil penelitian menemukan bahwa populasi Covid-19 di Santa Clara Country berkisar antara 2,5 persen dan 4,2 persen orang di Santa Clara County memiliki antibodi. Rentang ini merupakan hasil dari berbagai model yang digunakan untuk mengekstrapolasi hasil tes ke populasi yang representatif.

Baca Juga

"Perkiraan prevalensi ini mewakili kisaran antara 48.000 dan 81.000 orang yang terinfeksi di Santa Clara County pada awal April, 50 kali lipat lebih dari jumlah kasus yang dikonfirmasi," tulis para penulis.

Dilansir dari CNBC, Sabtu (18/4), tes antibodi mencari tanda-tanda bahwa sistem kekebalan tubuh pasien mendapat respons setelah terinfeksi virus. Tes semacam itu sama sekali bukan indikator yang sempurna bahwa seseorang telah benar-benar terpapar virus.

Namun apakah tes tersebut benar-benar menghasilkan data yang akurat? Pasalnya beberapa tes memberikan hasil palsu, sementara tes yang lain juga memberikan jawaban tidak sesuai.

Sepertihalnya yang telah ditekankan oleh para ilmuwan, bahwa memiliki hasil antibodi positif tidak berarti orang tersebut kebal terhadap virus. Tetapi tes tersebut dapat membantu para peneliti yang ingin mendapatkan pemahaman yang lebih akurat tentang seberapa luas penyebaran virus.

Meski demikian, para ahli memperingatkan bahwa kita tidak boleh menarik asumsi yang lebih luas tentang Covid-19 berdasarkan penelitian yang terbatas pada Bay Area.

John Brownstein, seorang ahli epidemiologi di Rumah Sakit Anak Boston, memperingatkan bahwa penelitian ini merekrut sukarelawan melalui iklan Facebook dan yang mungkin bias hasilnya terhadap orang-orang yang lebih mengerti teknologi. Namun dia juga mengatakan bahwa ada pengakuan dalam arsip bahwa jumlah orang yang terinfeksi jauh lebih tinggi daripada angka resmi.

“Ini menambah tumbuhnya pekerjaan yang menunjukkan sejumlah besar kasus yang tidak terdeteksi,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement