REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh hari menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, rupanya masyarakat sudah massif melakukan mudik. Mereka mudik bisa jadi terkena imbas peraturan seperti work from home, physical distancing, dan penutupan tempat usaha. Kebijakan itu diterapkan agar penularan Covid-19 bisa dikendalikan.
Adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) semakin memperbanyak masyarakat yang berada di kota-kota besar untuk mudik ke kampung halaman masing-masing. Bila ini dibiarkan tentu akan semakin membahayakan karena Covid-19 bisa kian menyebar. Sudah terbukti banyak pekerja informal yang datang dari kota-kota besar ke kampung halamannya menularkan Covid-19 kepada saudara, tetangga, bahkan tenaga kesehatan dan dokter yang berada di kampung asalnya.
Agar penularan Covid-19 tidak menjadi-jadi akibat migrasi besar-besaran saat mudik maka diperlukan aturan larangan mudik. Tujuannya menjaga agar pandemi Covid-19 tidak semakin meluas.
Untuk itu Wakil Ketua MPR Syarief Hasan meminta pemerintah dengan tegas memutuskan pelarangan mudik tahun ini mengingat kondisi darurat pandemi Covid-19 semakin menghawatirkan. “Kebijakan pelarangan tersebut berlaku kepada semua tanpa kecuali”, ujarnya di Jakarta, Sabtu (18/4). “Bila Mudik diperbolehkan akan berpotensi meningkatkan penyebaran virus corona menjadi 200 ribu orang.”
Berdasarkan up date data Covid-19 hari ini, Sabtu, pasien positif mencapai 5.923 kasus. Untuk itu Syarief Hasan menyebut jangan sampai karena tidak ada ketegasan dari pemerintah terkait dengan mudik sehingga penyebaran virus corona semakan meluas. “Karena ada kemungkinan pemudik akan menjadi pembawa virus tanpa disadari," ujar Syarief hasan.
Ketua Gugus Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, menyebut 56 persen masyarakat sudah menyadari akan bahaya virus corona. Mereka pun memutuskan untuk tidak mudik Lebaran Idul Fitri tahun ini. Untuk itulah Syarief Hasan mendorong agar pemerintah membuat jaring pengaman sosial untuk rakyat bila larangan mudik dikeluarkan.