REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Faozan Amar, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA
Pandemi wabah Corona yang berasal dari Wuhan China sejak mulai terdeteksi menyebar di Indonesia awal Maret 2020, telah merubah gaya hidup (life style) masyarakat Indonesia. Apalagi sejak himbauan social and physical distance sampai pada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan Pemerintah, maka praktis terjadi perubahan yang signifikan. Salah satunya yang terdampak langsung adalah dunia Pendidikan. Dimulai dari work from home bagi dosen dan tenaga kependidikan, kuliah daring, belajar di rumah, belajar melalui media TVRI dan RRI, sampai muncul petisi pembebasan skripsi.
Sebuah survei dilakukan oleh Snapcart untuk menilik seberapa besar dampak yang dibawa oleh virus corona terhadap gaya hidup orang Indonesia. Survei dilakukan pada 17-28 Maret 2020, dengan melibatkan 2000 laki-laki dan perempuan berumur 15-50 tahun di 8 kota besar di Indonesia; Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Makassar, dan Manado. Hasil survei menunjukkan bahwa pandemi virus corona berdampak paling besar terhadap kehidupan sosial masyarakat. Disusul dengan faktor karir atau pekerjaan dan berubahnya rencana perjalanan atau liburan (fimela.com, 12/04/2020)
Pada aspek kehidupan sosial, sebanyak 48 persen responden mengaku kehidupan sosialnya terganggu. Masyarakat yang terbiasa dengan hidup gotong royong dan kentalnya interaksi sosial berusaha mencari jalan keluar untuk tetap melakukan sosialisasi meski ada kebijakan physical distancing. Seperti olah raga senam bersama secara online, atau bahkan nonton konser musik di rumah saja yang disiarkan melalui televisi.
Sedangkan pada aspek pekerjaan, kebijakan physical distancing dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menyebabkan diberlakukannya work from home (WFH). Dalam dunia pendidikan diberlakukan kebijakan belajar di rumah, kuliah daring dan pembatalan Ujian Nasional pada jenjang Pendidikan SD, SLTP dan SLTA.
Ada banyak penyesuaian yang perlu dilakukan masyarakat dalam menjalani WFH. Di mana kedisiplinan menjadi nilai penting untuk menilai WFH yang lebih produktif. Sementara, ada sejumlah masyarakat yang berpikir bahwa WFH membuat pekerjaan bisa dilakukan dengan lebih santai. Padahal tidak demikian, sebab tetap melakukan kebiasaan bangun pagi dan bersiap diri layaknya bekerja di kantor. Namun, bagi perempuan WFH lebih melelahkan karena harus mengurus pekerjaan kantor, anak dan juga pekerjaan rumah.
Kemudian pada aspek liburan, rencana untuk berlibur pasti terganggu dan bahkan berubah. Pariwisata menjadi sektor ketiga yang terdampak dari pandemi virus corona. Otomatis perhotelan mengalami penurunan pengunjung. Sejumlah hotel meniadakan buffet atau prasmanan karena tidak adanya pengunjung. Artinya, pembelanjaan terhadap bahan baku restoran di hotel menjadi berkurang, yang berdampak pada perekonomian kelas bawah.
Survei juga menjelaskan terjadinya perubahan gaya berbelanja sebagai akibat dari dampak ekonomi wabah corona. Yakni terjadi perubahan gaya belanja konvensional ke digital. Sebanyak 24 persen responden terpaksa harus mengubah kebiasaan belanja yang konvensional menjadi online. Sehingga berpengaruh pada peningkatan aktivitas belanja online di kalangan masyarakat
Skripsi, siapa takut?
Skripsi tak hanya sebagai prasarat seorang mahasiswa menyelesaikan studi, tetap juga ada beberapa makna dibalik sebuah penyusunan skripsi, yakni: Pertama, makna filosofis : yaitu agar mahasiswa mampu menulis suatu karya ilmiah yang sejalan dengan bidang ilmu yang ditekuninya. Kedua, makna strategis ; kemampuan dalam mengkombinasikan pengetahuan dan keterampilan yang miliki, utamaya dalam memahami, mendeskripsikan, menganalisis, dan menjelaskan masalah yang berhubungan dengan bidang keilmuannya.
Ketiga, makna metodologis ; pengembangan prakarsa dan kepribadian dalam memecahkan persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraaan dengan metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Keempat, makna saintis ; melatih mahasiswa lebih rendah hati terhadap ilmu karena kesombongan (dan manja) mahasiswa hanya membuat ilmu pergi menjauh dari dirinya. Kelima, makna perjuangan ; merupakan ketahanan diri bagi kemampuan intelektualitas mahasiswa dalam menyelesaikan karya ilmiah dan bekerja pascalulus kuliah.
Bimbingan skripsi adalah puncak dari ketahanan dan ketangguhan mahasiswa dalam menulis, menjelaskan, dan berargumentasi dengan pembimbingnya (Bramastia, 2020). Karenanya mahasiswa harus sabar dan tabah dalam menaklukkan diri sendiri saat menyusun skripsi dan kelak saat kerja mandiri.
Oleh karena itu, terkait dengan kebijakan tentang tugas akhir (skripsi), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana yang tertuang dalam surat Nomor 302/E.E2/KR/2020, menegaskan bahwa: “Penelitian tugas akhir selama masa darurat ini agar diatur baik motode maupun jadwalnya disesuaikan dengan status dan kondisi setempat”. Ini berarti dapat difahami bahwa tugas akhir skripsi bagi mahasiswa tetap ada.
Sehingga, pimpinan Perguruan Tinggi menilai bahwa tugas akhir berupa skripsi masih tetap relevan dan kontekstual dilaksanakan. Hanya perlu diatur metode dan jadwalnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Namu, ada juga yang telah mengganti skripsi dengan membuat artikel ilmiah yang bobotnya disetarakan dengan skripsi.
Memang ada petisi yang menuntut pembebasan uang kuliah tinggal (UKT) dan tugas akhir (skripsi). Tetapi hal itu hanyalah sebuah kekhawatiran yang berlebihan. Sebab, masih ada cara lain agar penyusunan skripsi tetap dilaksanakan pada saat pandemi corona seperti sekarang ini, yakni :
1). Pengajuan proposal dan penunjukan pembimbing oleh pimpinan fakutas secara online.
2). Pemilihan metode dari kualitatif ke kuantitatif dengan menggunankan digital library, e-book dan e-journal untuk referensi bagi disiplin ilmu tertentu.
3). Bimbingan skripsi secara online dan
4). Ujian skripsi secara online seperti yang sudah banyak dilakukan oleh beberapa mahasiswa dan perguruan tinggi. Semuanya menjadi tantangan tersendiri, tidak hanya bagi mahasiswa tetapi juga dosen. Itulah yang penulis lakukan sebagai pembimbing skripsi.
Dengan demikian, skripsi tetap diadakan hanya fleksibel dalam pelaksanannya dengan tetap tanpa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri, walaupun tidak turun ke lapangan. Menurut Ma’mun Murod (2020), bagi mahasiswa yang suka penelitian kualitatif bisa menggunakan studi pustaka (library research).
Sedangkan yang suka penelitian kuantitatif, penelitian lapangan bisa diganti dengan e-survey dengan menggunakan misalnya aplikasi Survey-Monkey atau Google form.
Jadi, skripsi saat musim pandemi covid-19, siapa takut?