REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman berencana membuka kembali toko-toko kecil pekan depan. Negara tersebut juga hendak melanjutkan operasional beberapa sekolah pada Mei 2020.
Keputusan tersebut bertujuan mengendalikan kembali kehidupan setelah penutupan lama selama krisis virus corona. Kanselir Jerman Angela Merkel merupakan salah satu dari beberapa pemimpin negara perempuan yang dipuji. Dia dinilai menangani pandemi dengan cara yang sangat mengesankan.
Mengapa para pemimpin perempuan menangani krisis ini dengan sangat baik? Dilansir di USA Today, Sabtu (18/4), asisten profesor keamanan nasional dan ilmu politik di Anderson Indiana University, Abigail Post mengatakan, perempuan menghadapi langkah yang begitu sulit ketika mulai menjabat. Namun tak dimungkiri, sering kali mereka menjadi pemimpin yang lebih baik.
Post menyebut, perempuan sering dianggap lemah apalagi selama krisis. Kenyataannya, krisis membuat mereka cenderung menjadi lebih tegas.
Pemimpin perempuan juga lebih mencari nasihat para ahli dan bertindak dengan empati selama krisis. Misalnya, salah satu keputusan Merkel untuk mengasingkan diri selama dua pekan.
Bagi Post, itu merupakan taktik kepemimpinan yang sangat unik. "Itu akan membuat kita bertanya-tanya, seperti apa penyebaran infeksi pandemi dan angka kematian jika lebih banyak pemimpin perempuan," kata Post.
Meski begitu, memiliki lebih banyak perempuan sebagai penanggungjawab bukanlah jawabannya. Publik dalam negeri juga harus mengubah sikapnya terhadap para pemimpin perempuan agar mereka menjadi bekerja lebih efektif.
Post mencatat, para perempuan yang memimpin penanganan corona secara internasional memiliki dukungan tinggi dari warganya. Pemimpin perempuan dari negara mana saja itu?
1. Jerman
Angela Merkel banyak dipuji karena bertindak cepat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Dia menjaga jumlah kasus positif dan kematian lebih rendah. Langkah-langkah yang relatif ketat diadopsi sejak dini, termasuk menutup semua sekolah dan pusat penitipan anak, melarang pertemuan besar, dan menutup perbatasan dengan negara-negara tetangga. Efeknya, infeksi melambat dalam beberapa pekan terakhir dan kematian akibat corona jauh lebih sedikit dibandingkan di negara lain dengan jumlah kasus yang dilaporkan serupa.
2. Selandia Baru
Di Selandia Baru, Perdana Menteri Jacinda Ardern menutup pariwisata dan memperkenalkan tindakan penguncian tingkat empat (tertinggi) di negara itu pada Maret 2020. Perkantoran, sekolah, dan layanan hiburan seperti bar, restoran, dan taman bermain ditutup. Efeknya, negara kepulauan dengan hampir 5 juta orang ini memiliki 1.409 kasus positif dengan hanya 11 kematian. Ardern memberi sinyal akan mulai membuka kembali ekonominya dan dengan hati-hati maju ke kuncian tingkat tiga pada Kamis (23/4) mendatang.
3. Taiwan
Taiwan, sebuah negara dengan penduduk hampir 24 juta orang hanya memiliki 395 kasus virus corona dan enam kematian. Dipimpin oleh Presiden Tsai Ing-wen, menurut sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association bulan lalu, Taiwan bertindak cepat untuk melembagakan pendekatan spesifik untuk identifikasi kasus, penahanan, dan alokasi sumber daya.
Pejabat Taiwan mulai mendeteksi penumpang pada penerbangan langsung dari Wuhan yang memiliki gejala demam dan pneumonia pada akhir Desember 2019 dan mengkarantina mereka di rumah. Selama lima pekan pada Januari dan Februari, Taiwan memproduksi dan menerapkan sebuah daftar setidaknya 124 item tindakan untuk melawan virus.
3. Negara-negara Nordik
Islandia, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Katrin Jakobsdottir telah mencapai sesuatu yang tidak dimiliki negara lain yaitu menguji corona pada 10 persen populasinya. Ini merupakan angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain di dunia. Negara ini telah melarang pertemuan lebih dari 20 orang, tetapi tidak memberlakukan karantina nasional penuh. Dari 1.739 terinfeksi corona di Islandia, hanya ada delapan kematian.
Finlandia baru-baru ini menggandakan kapasitas pengujian corona dan meluncurkan pengujian antibodi nasional. Perdana Menteri Finlandia, Sanna Marin yang berusia 34 tahun adalah pemimpin negara perempuan termuda di dunia. Dalam jajak pendapat baru-baru ini, 85 persen dari Finlandia mengatakan mereka menyetujui penanganan pandemi Marin, di mana kasus kematian akibat corona 75 orang dan yang positif 3.489 orang.
Di Norwegia, Perdana Menteri Erna Solberg mengumumkan pada pekan lalu bahwa beberapa langkah pengendalian ketat negara yang diterapkan pada Maret 2020, akan mulai dilonggarkan. Termasuk, membuka kembali taman kanak-kanak dan beberapa bisnis. Solberg mengatakan, kurva penularannya telah turun dan negara itu telah berhasil mengendalikan virus. Sebanyak 6.905 orang terinfeksi virus corona dan 157 orang meninggal.