REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali oleh narapidana kasus korupsi masih sering dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Dalam pantauan ICW sepanjang tahun 2019 setidaknya enam terpidana telah dikurangi oleh MA. “Mulai dari pengurangan hukuman penjara, atau pun penghapusan uang pengganti,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana di Jakarta, Ahad (19/4) kemarin.
Kurnia melanjutkan, kuat dugaan maraknya terpidana kasus korupsi mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali lantaran telah purna tugasnya Artidjo Alkostar. Seakan momen ini dimanfaatkan para terpidana untuk mencari celah agar mendapatkan pengurangan hukuman.
“Hal ini dikhawatirkan karena tidak ada lagi sosok seperti Artidjo Alkostar di internal MA yang memiliki perspektif dalam menghukum pelaku korupsi,”ucapnya.
Semestinya, lanjut Kurnia, MA harus lebih selektif dalam menilai kelayakan bukti sebelum menjatuhkan putusan akhir di tengah situasi maraknya terpidana kasus korupsi mencoba peruntungan dengan mengajukan upaya peninjauan kembali atau PK. “Jangan sampai justru PK dijadikan kesempatan bagi terpidana korupsi untuk lolos dari jerat hukum tanpa didasarkan persyaratan yang jelas,” tegas Kurnia.
Kurnia menambahkan, MA juga harus segera membenahi sistem elektronik pemantauan masyarakat terhadap putusan-putusan Hakim. Kanal berupa sistem informasi penelurusan perkara sebenarnya sudah cukup baik, akan tetapi permasalahan keterlambatan mengunggah putusan serta minimnya informasi harus ditindaklanjuti secara serius oleh MA.