REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para fuqaha sepakat memelihara anjing untuk menggembala ternak, berburu dan menjaga kebun atau tanaman diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada makna firman Allah SWT: Mereka bertanya tentang apa yang dihalalkan bagi mereka. "Katakanlah, dihalalkan bagimu yang baik-baik dan binatang buruan yang ditangkap oleh binatang buas (anjing) yang telah kamu latih untuk berburu sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadamu" (al-Maidah: 4).
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: "Siapa yang memelihara anjing selain untuk menggembala binatang ternak atau berburu atau menjaga kebun atau tanaman, maka pahalanya dikurangi satu qirath (seperempat gram) tiap harinya" (HR Bukhari dan Muslim). Yang menjadi persoalan adalah bagaimana hukum memelihara anjing di luar tiga kategori tersebut, misalnya sekadar untuj hiasan rumah, sebagai hobi atau justru untuk komoditas (diperdagangkan).
Nada teks hadits diatas adalah larangan karena terjadinya pengurangan pahala seperempat gram setiap hari. Tetapi, apakah larangan tersebut berdimensi haram atau makruh, inilah yang menarik untuk didiskusikan
Ulama Syafi'iyah tegas mengharamkannya. Alasannya, tidak ada sesuatu yang dapat mengurangi pahala itu selain yang diharamkan. Mengingat memelihara anjing selain tiga kategori di atas adalah dapat mengurangi pahala, maka memeliharanya jelas haram. Sementara fuqaha yang lain menyatakan hukum memelihara anjing selain tiga kategori di atas adalah makruh (tidak disukai).
Hal ini didasarkan pada pemikiran andai hukumnya haram, maka pengurangan pahala itu total bukan berangsur per hari seperempat gram. Mereka malah membolehkan memelihara anjing untuk menjaga rumah. Inilah qiyas aulawi namanya. Demikian ini dikemukakan oleh Ibnu Abdil Barr.
Tetapi semua fuqaha sepakat yang boleh dipelihara adalah anjing yang jinak, bahkan yang sudah terlatih titik sedang anjing liar, galak, apa lagi yang kena rabies maka mereka sepakat mengharamkannya, bahkan harus dibunuh demi keselamatan manusia. Dengan demikian dapat dinyatakan memelihara anjing hukumnya boleh asal sudah terlatih tidak melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan dan tidak memasuki tempat-tempat yang dilarang.
Dikutip dari Fiqih Kontemporer karya Prof KH Ahmad Zahro, siapa pun Muslim yang memelihara anjing harus melarang anjingnya masuk rumah agar kesucian rumah Tidak diragukan. Hal ini didasarkan pada hadits shahih bahwa Rasulullah bersabda: "Malaikat tidak mau masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan patung" (HR Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud malaikat disini tentu malaikat pembawa rahmat.
Mengenai membersihkan kenajisan anjing terdapat perbedaan diantara fuqaha . Fuqaha Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat najisnya anjing harus dibersihkan dengan tujuh kali siraman air, yang pertama dicampur dengan tanah. Hal ini didasarkan pada hadits sahih yang diriwayatkan Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: "Sucinya bejana kalian yang dijilat anjing adalah dengan menyiramnya tujuh kali siraman, yang pertama dicampur tanah."
Sementara fuqaha Hanafiyah berpendapat membersihkan najis anjing sama dengan membersihkan najis yang lain, yaitu dengan tiga kali siraman air. Mereka menolak keabsahan hadits yang dipakai fuqaha Syafi'iyah dan hanabilah karena Abu Hurairah sendiri yang meriwayatkan hadis tersebut tidak mempraktikkannya karena ketika bejananya dijilat anjing dia membersihkannya sebanyak tiga kali basuhan saja.
Sedangkan fuqaha Malikiyah berpendapat jilatan anjing tidak perlu dibersihkan dengan tujuh kali siraman air yang salah satunya dicampur tanah. Karena menurut mereka, hadits tersebut tidak dapat dijadikan landasan istinbath (hukum). Bahkan mereka berpendirian anjing dengan seluruh tubuhnya tidak termasuk najis. Wallahualam