Senin 20 Apr 2020 16:16 WIB

PSBB Belum Optimal, Perusahaan Membandel akan Disanksi

Masih banyak warga bekerja di kantor atau pabrik karena perusahaan tak mematuhi PSBB.

Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan saksi berupa mencabut perizinan kepada perusahaan yang tetap beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kecuali delapan sektor yang memang diizinkan
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan saksi berupa mencabut perizinan kepada perusahaan yang tetap beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kecuali delapan sektor yang memang diizinkan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Amri Amrullah, Sapto Andika Candra

Pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jabodetabek untuk mencegah perluasan penyebaran Covid-19 masih belum berjalan optimal. Sejumlah perusahaan pun masih tak mematuhi kebijakan pemerintah untuk melaksanakan PSBB sehingga masih banyak masyarakat yang bekerja.

Baca Juga

Karena itu, pemerintah akan memberikan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang tak menjalankan kebijakan PSBB sesuai dengan protokol kesehatan. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan yang masih membandel tersebut berupa peringatan, teguran, bahkan sanksi denda serta pidana.

“Apabila masih terdapat sejumlah perkantoran dan pabrik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh protokol kesehatan maka beberapa langkah akan dilakukan mulai dari peringatan, teguran, bahkan sanksi sebagaimana pasal 93 UU 6/2018 manakala terjadi hal yang membahayakan kesehatan masyarakat akan bisa dikenai denda dan sanksi pidana,” kata Doni saat konferensi pers, Senin (20/4).

Doni menyebut, pelaksanaan PSBB selama ini belum berjalan optimal karena masih ada kegiatan perkantoran dan juga aktivitas di pabrik-pabrik. Karena itulah, moda transportasi umum pun masih dipenuhi oleh masyarakat yang bekerja.

Sementara itu, Kementerian Perhubungan pun juga belum dapat membatalkan operasi layanan seluruh moda transportasi. Penyebabnya, masih ada pekerja di sejumlah sektor tertentu seperti kesehatan dan layanan fasilitas umum yang masih harus bekerja.

“Kalau mereka tidak berangkat kerja maka konsekuensinya mereka dianggap bolos dan dapat berisiko dipotong honor, dikurangi gajinya, bahkan bisa juga di-PHK karena tidak mengantor,” ucap dia.

Pemerintah mengajak seluruh pihak, terutama perusahaan, agar betul-betul mematuhi ketentuan pemerintah untuk melakukan seluruh aktivitasnya di rumah masing-masing. Ia juga meminta gugus tugas di daerah agar bersikap tegas memberikan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang  tak mematuhi kebijakan pemerintah ini.

“Persoalannya ada di hulu, yaitu masih banyaknya pekerja yang bekerja di kantor. Ini yang memang harus kita upayakan mulai dari tingkat imbauan, akhirnya juga memberikan teguran, memberikan peringatan, sampai akhirnya kita harapkan gugus tugas daerah ini bisa lebih tegas lagi untuk memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan yang masih belum mematahui protokol kesehatan,” ujar Doni.

Agar pelaksanaan PSBB ini dapat berjalan optimal, pemerintah juga mendapatkan rekomendasi untuk melakukan inspeksi mendadak di berbagai perkantoran, termasuk juga memasang CCTV di pabrik-pabrik. Pekan lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga menegaskan akan memberi sanksi tegas mulai dari penyegelan hingga evaluasi perizinan bagi kantor-kantor atau perusahaan di Jakarta yang masih mewajibkan karyawannya ke kantor, di luar sektor yang telah ditetapkan.

Anies mengungkapkan fakta bahwa masyarakat dari luar Jakarta yang masih bekerja ke Jakarta melalui berbagai transportasi publik, seperti kereta rel listrik (KRL). Jumlah penumpang KRL masih banyak walaupun waktu operasional KRL sudah dibatasi. Karena itu, Anies menegaskan akan memberikan sanksi bagi perusahaan yang masih beroperasi dengan kehadiran karyawan di kantor selama masa PSBB.

"KRL tetap penuh, kendaraan umum tetap penuh, karena perusahaannya tetap beroperasi. Selama perusahaan tetap beroperasi maka kendaraan umum juga akan penuh, dan kita pastikan bahwa semua yang tidak tertib akan mendapatkan sanksi, mulai dari pencabutan perizinan sampai dengan sanksi-sanksi lainnya," ujar Anies, Rabu (15/4).

Evaluasi total

Pada hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas tingkat menteri. Salah satu agenda penting rapat kali ini adalah evaluasi menyeluruh menganai langkah-langkah yang sudah dilakukan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19, termasuk evaluasi pelaksanaan PSBB di sejumlah daerah.

"Hari ini saya ingin ada evaluasi total dari apa yang telah kita kerjakan dalam menangani Covid-19 ini, terutama evaluasi mengenai PSBB. Secara lebih detail kekurangannya apa, plus-minusnya apa, sehingga bisa kita perbaiki," kata Presiden Jokowi dalam pembukaan rapat terbatas.

Presiden tidak menjelaskan secara terperinci bagaian mana yang akan menjadi fokus pemerintah dalam evaluasi penanganan Covid-19 dan evaluasi berjalannya PSBB ini. Jokowi hanya meminta kepada seluruh pemimpin daerah untuk secara optimal menjalankan tiga hal, yakni pengujian sampel secara masif, pelacakan pasien positif secara progresif, dan pelaksanaan isolasi orang-orang yang terpapar dengan ketat.

"Tiga hal ini harusnya sering terus-menerus ditekankan kepada seluruh daerah," katanya.

Kementerian Kesehatan mencatat, sampai saat ini sedikitnya ada 20 daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang telah disetujui menjalankan PSBB. Daerah yang telah mendapat persetujuan pelaksanaan PSBB tersebut antara lain Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Sumatra Barat, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Tangerang.

Kemudian, ada juga Kabupaten Tangerang, Kota Pekanbaru, Kota Makassar, Kota Tegal, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, Kota Banjarmasin, dan Kota Tarakan. Beberapa daerah lain ditolak pengajuan PSBB-nya karena dianggap tidak memenuhi aspek epidemiologi. Daerah yang status PSBB-nya ditolak antara lain Kota Sorong di Papua Barat, Kabupaten Rote Ndao di NTT, Kota Palangkaraya di Kalteng, dan Kota Gorontalo.

Hingga Senin, jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 bertambah 185 orang dalam 24 jam terakhir. Artinya, jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia saat ini sebanyak 6.760 orang.

Selain itu, terdapat penambahan pasien sembuh sebanyak 61 orang sejak Ahad (19/4) hingga Senin (20/4). Dengan demikian, jumlah pasien sembuh saat ini sebanyak 747 orang.

Sementara itu, pasien meninggal dunia bertambah delapan orang dalam satu hari terakhir, dengan total pasien meninggal dunia sebanyak 590 orang. Dengan demikian, rasio kematian terhadap seluruh jumlah pasien positif Covid-19 di Tanah Air sebesar 8,7 persen.

"Hasil positif yang didapat akumulasi sampai sekarang 6.760 orang, negatif 36.989 orang," ujar jubir pemerintah dalam penanganan Covid-19, Ahmad Yurianto, Senin (20/4).

Pemerintah juga merilis, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) di Indonesia saat ini sebanyak 181.770 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebantak 16.343 orang. Pasien dalam pengawasan ini yang dijadikan prioritas pemerintah untuk dilakukan pemeriksaan PCR.

photo
Menahan Ledakan Covid-19 Lewat PSBB Jawa dan Larangan Mudik - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement