REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerak pemerintah pada sektor ekonomi dan keuangan dinilai baik karena bergerak cepat. Namun, stimulus untuk dunia usaha diharapkan lebih fokus untuk pengusah menengah ke bawah.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menyebutkan, stimulus yang sudah diberikan pemerintah dan otoritas keuangan Indonesia terbilang cepat. Terutama ketika pemerintah menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Dalam Perppu tersebut, pemerintah melakukan berbagai kebijakan termasuk menggunakan sumber pendanaan alternatif anggaran dan penyesuaian batasan defisit APBN. Selain itu, pemerintah juga memperkuat kewenangan Bank Indonesia (BI) untuk membeli surat berharga negara (SBN) jangka panjang di pasar perdana dalam rangka penanganan Covid-19.
David mengatakan, efektivitas stimulus ini akan bergantung pada seberapa cepat pemerintah dan otoritas terkait mengimplementasikannya di lapangan. "Khususnya untuk mencegah supaya demand shock tidak berdampak buruk ke sektor riil," ujar David dalam Macroeconomic Talkshow melalui telekonferensi, Senin (20/4).
Ke depannya, David berharap, pemerintah bisa lebih fokus memberikan stimulus kepada pengusaha menengah ke bawah. Berbeda dengan krisis 1997-1998 yang banyak menghantam korporasi besar, tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 kali ini juga menyerang UMKM dari sisi supply maupun demand.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menuturkan, pemerintah akan kembali memotong anggaran belanja kementerian/lembaga. Kebijakan ini untuk mengantisipasi keberlanjutan dampak pandemi virus corona (Covid-19) terhadap ekonomi Indonesia.
Febrio menjelaskan, sejauh ini, pemerintah sudah melakukan pemotongan anggaran melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 54 tentang Perubahan Postur Dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020. Dalam regulasi ini, pemerintah menambah besaran defisit menjadi 5,07 persen terhadap PDB atau sekitar Rp 873 triliun untuk alokasi belanja tambahan penanganan Covid-19.
Saat ini, pemerintah kembali melakukan penyisiran anggaran untuk menentukan pos belanja mana yang dapat dipotong. "Karena pemerintah harus siap pengetatan ikat pinggang," ujar Febrio dalam acara yang sama.