REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) meminta para Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham mengevaluasi program asimilasi narapidana. Menkumham Yasonna Laoly mengakui banyak warga binaan yang dilepaskan menjadi residivis lantaran melakukan tindak kejahatan ulang.
Yasonna meminta agar adanya pengawasan ketat terhadap para napi asimiliasi yang sudah berbaur di masyarakat. "Untuk warga binaan yang sudah dibebaskan, jangan sampai ada di antara mereka yang tidak termonitor dengan baik," ujar Yasonna, dalam keterangan resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (20/4).
Yasonna memerintahkan, agar para petugas kantor wilayah Kemenkumham, berkodinasi dengan kepolisian melakukan pemantauan para napi yang sudah dilepas. "Cek langsung ke keluarga tempat warga binaan menjalani asimilisi. Saya minta seluruh Kakanwil mementau program ini 24 jam setiap harinya," kata Yasonna.
Program asimilasi narapidana, dilakukan untuk mencegah penularan infeksi Covid-19 yang mewabah. Pemerintah mengaku program tersebut sebagai saran dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meyakini penjara sebagai sarang penyebaran cepat virus corona.
Apalagi melihat kondisi penjara di seluruh Indonesia yang melebih kapasitasnya.
Sampai saat ini, Senin (20/4) tercatat sudah 38.822 napi dilepaskan dalam program tersebut. Mereka yang dibebaskan kebanyakan para pelaku kejahatan umum, dan anak. Termasuk napi perempuan. Yasonna meyakini program asimilasi narapidana di masa pandemi, sebagai respons kemanusian dan pengakuan terhadap negara atas hak asasi manusia.
Namun, program tersebut pun mendapat reaksi keras dan penolakan. Karena, pelepasan narapidana di masa pandemi saat ini memunculkan kecemasan baru. Banyak masyarakat merasa tak aman. Itu dibuktikan dengan sejumlah insiden kejahatan di sejumlah daerah, pun di Ibu Kota Jakarta yang didalangi oleh para napi asimilasi. Yasonna, pun mengakui itu.
"Narapidana asimiliasi yang melakukan pengulangan tindak pidana didominasi kasus pencurian. Termasuk pencurian bermotor (begal)," ujarnya.
Tetapi Yasonna menjelaskan, program asimilasi tetap punya tujuan yang baik demi kemanusian. Sebab itu, ia menegaskan, agar program asimilasi narapidana tersebut, tetap dijalankan. Akan tetapi, dengan tetap menguatkan pengawasan.
"Ke depan, semua warga binaan (napi) kasus pencurian yang mendapatkan program asimiliasi harus dipantau rekam jejaknya," jelas Yasonna.
Ia pun menegaskan, agar aparat Kemenkumham di daerah, melakukan seleksi ketat terhadap warga binaan yang berhak mendapatkan asimilasi. "Apabila ada yang tidak benar, jangan diberikan asimilasi karena hanya akan merusak (niat baik) program ini," jelas.
Terhadap napi asimilasi yang residivis, ia pun memerintahkan agar jajaran Kemenkumham di daerah, memperkuat kordinasi dengan Kepolisian Daerah (Polda) dalam melakukan pengawasan. Ia meminta agar aparat tak segan kembali menyeret para napi asimilasi yang residivis kembali ke sel besi untuk menjalankan hukuman penjara lanjutan.