REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sejatinya, sorotan media asing untuk Bali bukanlah hal berlebihan karena Pulau Dewata memang bukan hanya "milik" Indonesia, melainkan telah menjadi surga bagi pelancong dunia. Bahkan, fakta sekecil apa pun tentang Bali akan selalu menjadi sorotan media global. Oleh sebab itu, Pulau Dewata harus selalu responsif terhadap perhatian dunia kepadanya dengan tanggapan yang korektif secara positif.
Sorotan paling akhir terhadap fenomena yang terjadi di Pulau Seribu Dewa itu dilakukan kantor berita Asia Times melalui pemberitaan berjudul "Bali's Mysterious Immunity to Covid-19" yang diterbitkan pada Selasa (14/4). Dalam pemberitaan digambarkan jumlah kasus dan korban meninggal akibat virus corona baru atau Covid-19 di Bali terhitung sedikit dibandingkan dengan wilayah lain. Kantor berita itu mencantumkan kesaksian salah seorang warga Bali.
"Saya juga merasa bingung karena itu tidak masuk akal," kata Rio Helmi, seorang bloger di sekitar kota pegunungan Ubud, tentang kasus Covid-19 di Indonesia.
Asia Times merujuk sumber-sumber diplomatik bahwa masih ada 5.000 warga Australia di Bali. Banyak penduduk yang memiliki bisnis atau hidup dalam masa pensiun. "Itu adalah blok terbesar orang asing, tetapi ada juga ribuan lain di pulau wisata legendaris itu," tulis Asia Times.
Akhirnya, minimnya kasus Covid-19 di Bali itu pun disebut fenomena "kekebalan yang misterius". Sorotan itu pun ditambahi dengan kutipan data dari laman Covid19.go.id sampai Kamis (16/4).
Data itu mencatat Pulau Dewata memiliki total 113 kasus dengan dua korban meninggal dunia dan 32 pasien dinyatakan sembuh. Angka tersebut dinilai sangat jauh bila dibandingkan dengan keseluruhan data untuk Indonesia yang tercatat mencapai 5.516 kasus positif dan 496 orang meninggal dunia.
Asia Times juga mencatat tidak ada kabar rumah sakit meluap, peningkatan tajam dalam kremasi, atau bukti anekdotal lainnya. Padahal, ada ribuan warga asing di antaranya, bahkan di Desa Pererenan yang sempat viral dengan kasus pesta oleh WNA secara diam-diam di tengah pandemi. Belum ada kasus Covid-19 di desa wisata dan olahraga air itu.
Asia Times mencatat jumlah wisatawan yang datang ke Bali dan berasal dari China meningkat tiga persen selama Januari 2020, sedangkan pada bulan tersebut terjadi ledakan kasus Covid-19 di Wuhan, China. Bahkan, mereka masih tiba sampai 5 Februari 2020.
Namun, pandangan seorang warga Bali yang dirangkum dengan "mozaik" data dari berbagai sumber yang dilakukan kantor berita berbahasa Inggris berbasis di Hong Kong ini tetap perlu disandingkan sejumlah fakta agar tidak menjadi hyper reality atau realitas yang dilebih-lebihkan. Diakui atau tidak, sejumlah WNA atau turis mancanegara masih berada di Bali. Namun, pemandangan yang ada justru Kuta yang biasanya banyak "dihuni" WNA tampak sepi sejak awal Maret 2020.
"Situasi di Kuta sekarang sangat sepi karena banyak hotel, restoran, dan swalayan yang tutup. Apalagi, kawasan pantai juga ditutup," kata warga Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Haris, saat ditemui di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Ahad (12/4).
Meski sepi, ia mengaku masih melihat 2-3 turis yang berjalan kaki di sepanjang jalan dekat Pantai Kuta. "Kalau sebelumnya sih banyak turis, tapi 2-3 turis masih ada. Anehnya, mereka jalan kaki tanpa masker, padahal orang asing biasanya lebih disiplin terkait kesehatan. Saya sudah pernah mengingatkan seorang turis, tapi dia tetap asyik berjalan terus," katanya.
Bahkan, suasana Pulau Bali yang lengang itu terjadi sejak pemerintah menerapkan social distancing (jaga jarak dari aktivitas sosial) untuk mencegah penyebaran Covid-19 pada 16 Maret 2020 meski aktivitas masyarakat Pulau Dewata masih terlihat "hidup" seperti biasanya. "Kawasan ini biasanya macet. Bahkan, kendaraan hanya berjalan satu meter, berhenti, lalu jalan lagi, dan berhenti lagi, saking macetnya. Tapi, sekarang hanya ada 2-3 kendaraan yang melintas, jadi longgar," kata Indra, warga yang melintasi Jl Imam Bonjol, Denpasar, Kamis (19/3).
Tidak hanya itu, ia mengaku saat berbelanja di pusat oleh-oleh di Kuta, Kabupaten Badung, pun tidak terlalu padat pengunjungnya. "Masuk area pusat oleh-oleh sini biasanya antre dan di dalam juga berjubel, tapi sekarang tidak banyak pembelinya," katanya.
Jumlah pasien
Logikanya, Bali sebagai kawasan pariwisata seharusnya memiliki jumlah pasien yang terpapar lebih banyak. Namun, ada beberapa langkah menarik yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali untuk menekan penyebaran Covid-19.
Di tengah kekurangan dalam kesiapsiagaan wilayah, Bali masih mampu menghambat laju Covid-19 di pintu masuk bandara dengan memulangkan ratusan orang yang datang ke Bali dari negara-negara terpapar corona. Walaupun, pengunjung yang bersangkutan tergolong sehat saat tiba.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali mencatat ada 117 warga asing yang ditolak masuk ke Bali sejak 5 Februari sampai 17 Maret sesuai Permenkumham Nomor 7 Tahun 2020. "Penolakan ini dilakukan karena mereka memiliki riwayat perjalanan ke negara terpapar Covid-19 di antaranya Rusia, Amerika Serikat, dan Ukraina," kata Kakanwil Kemenkumham Bali, Sutrisno, di Denpasar, Kamis (19/3).
Selain ketat di pintu masuk, Pemprov Bali melalui Satgas Penanggulangan Covid-19 Provinsi Bali juga melakukan kolaborasi dengan kalangan perhotelan untuk mengecek tamu yang masuk. Pemprov juga meminta warga Bali yang bekerja di kapal pesiar atau menjadi TKI untuk memeriksakan diri pada rumah sakit rujukan. Selain itu, pemprov menyiapkan tempat karantina hingga tingkat desa dan melaksanakan rapid test.
Bahkan, Pemprov Bali juga menempuh satu langkah penuh risiko ketika Ketua Satgas Penanggulangan Covid-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mengumumkan ada dua pasien positif Covid-19 di Pulau Dewata yang merupakan warga asal Bali dalam live streaming pada 23 Maret 2020. "Ini penting saya informasikan kepada masyarakat. Artinya bahwa masyarakat Bali saat ini sudah ada yang terinfeksi positif dua orang. Dengan demikian, Covid-19 sudah ada di Bali, sudah ada di sekitar kita," kata Dewa Indra yang juga Sekda Bali itu.
Ia memerinci satu warga Bali yang positif corona diketahui terjangkit setelah pulang dari Italia. Sementara itu, satu warga Bali lainnya positif setelah melaksanakan tugas dinas luar daerah di DKI Jakarta. Bahkan, kini jumlah warga Bali yang terpapar sudah bertambah. "Covid-19 sudah ada di sekitar kita," ucapnya.
Tidak tanggung-tanggung, langkah penuh risiko yang ditempuh Pemprov Bali bersama pemkab/pemkot se-Bali adalah menutup puluhan objek pariwisata. Bahkan, objek yang tergolong ikon pariwisata di Pulau Seribu Pura itu pun ditutup sementara sejak pertengahan Maret 2020 entah sampai kapan.
Objek wisata yang pertama ditutup adalah Desa Wisata Penglipuran (Bangli) pada 18 Maret 2020, lalu berlanjut ke Pura Tanah Lot (Tabanan), Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK/Badung), Pulau Nusa Penida (Klungkung), Pura Ulundanu (Tabanan), Jatiluwih (Tabanan), Taman Nusa (Gianyar), Pantai Pendawa (Badung), Bali Zoo (Gianyar), Pantai Lovina (Buleleng), dan lainnya. Sebagian memang ditutup sementara hingga 31 Maret 2020, tetapi hal itu juga sangat kondisional.
"Penutupan (Tanah Lot) ini bersifat sementara sebagai antisipasi meminimalkan penyebaran Covid-19 di ruang publik," kata Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti dalam konferensi jarak jauh dengan satgas Covid-19 setempat, Senin (23/3).
Bupati Tabanan menyebut objek wisata di wilayahnya yang ditutup sementara di antaranya Tanah Lot, Danau Pura Ulundanu Beratan, dan Jatiluwih. "Itu juga berlaku bagi objek wisata lainnya, termasuk rumah makan dan sejenisnya yang berpotensi menimbulkan keramaian," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan pengelola Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang terletak di Ungasan, Kabupaten Badung. "Awalnya, kami berencana melakukan penutupan secara bertahap seperti penghentian pementasan seni budaya terlebih dahulu. Namun, keputusan dari manajemen justru ditutup total sesuai instruksi yang kami terima dari pemerintah," ujar Manager Marcomm GWK Cultural Park, Oktaviano Pratomo, Sabtu (21/3).
Tidak hanya itu, Pemkab Buleleng bahkan menutup 30 dari 86 objek wisata atau daerah tujuan wisata (DTW) di wilayahnya, sesuai surat edaran (SE) Gubernur Bali maupun SE Bupati Buleleng. Langkah itu juga diikuti sejumlah objek wisata yang dikelola swasta, seperti Bali Zoo. Tentu, langkah berisiko (penutupan) untuk kawasan wisata itu bukan tanpa alasan karena dihadapkan pada pilihan yang paling sulit, yakni antara tutup atau mati (nyawa).