REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta agar narapidana yang kembali berulah setelah dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi Covid-19 dihukum semaksimal mungkin dengan pemberatan hukuman.
"Bagi orang-orang yang melakukan kejahatan berikutnya ini, diberikan tuntutan semaksimal mungkin dan diberi aspek Pemberatan. Itu yang bisa diatur oleh hukum yang disediakan," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa (21/4).
Berdasarkan catatan Komnas HAM, setidaknya terdapat 15 narapidana yang kembali berulah usai dikeluarkan dari penjara di tengah pandemi Covid-19. Choirul pun meminta Kementerian Hukum dan HAM agar juga mencabut hak asimilasi dan integrasi yang telah diberikan kepada mereka sebelumnya.
Lebih lanjut, Choirul juga menekankan tentang pentingnya pengawasan terhadap narapidana dan anak yang telah dikeluarkan tersebut. Menurut dia, pengawas yang dilakukan Kemenkumham melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan saat ini belum berjalan maksimal karena wabah Covid-19.
"Sebenarnya pengawasan ada, tapi karena situasi seperti sekarang ini maka pengawasannya tidak maksimal," kata dia.
Oleh karena itu, Choirul mendorong adanya mekanisme pengawasan yang melibatkan struktur pemerintahan hingga tingkatan bawah, termasuk unsur kelurahan, RT, dan RW.
"Mereka bisa diberdayakan untuk melakukan pengawasan, karena memang statusnya bukan dibebaskan, tapi dalam program asimilasi dan bebas bersyarat, yang artinya kontrol masih ada, tinggal pengawasannya. Apalagi kebijakan secara umum adalah tinggal di rumah, tidak keluyuran. Nah jantung pengawas itu di struktur pemerintahan yang paling bawah," ujar Choirul.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan narapidana yang kembali berulah setelah dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi Covid-19, akan mendapatkan sanksi berat.
“Jika berulah lagi, warga binaan asimilasi dimasukkan ke sel pengasingan. Saat selesai masa pidananya, diserahkan ke polisi untuk diproses tindak pidana yang baru,” kata Yasonna dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (13/4).