REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Gas Negara (PGN) mengaku perlu mendapatkan insentif dan kompensasi atas pemberlakukan harga khusus enam dolar AS untuk gas industri. Kompensasi ini diperlukan agar perusahaan bisa tetap berjalan di tengah kondisi perlambatan ekonomi.
Direktur Utama PGN, Gigih Prakoso menjelaskan, pihaknya sedang melakukan pembahasan dengan Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM untuk membahas bentuk insentif dan kompensasi bagi perusahaan. Gigih menjelaskan saat ini perusahaan sedang berhitung dampak kebijakan penurunan harga gas terhadap keuangan perusahaan.
"Kami juga melakukan perhitungan dampak postensial ekonomi ke PGN. Ini sebagai landasan kompensasi yang kami akan ajukan. Lalu bahas dengan BUMN dan ESDM soal insentif ke kami apa bentuknya," ujar Gigih dalam rapat daring bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (21/4).
Penurunan harga gas ditambah wabah Covid-19, kata Gigih, menggerus keuangan perusahaan. Ia menjelaskan, perusahaan perlu melakukan penyesuaian kontrak karena di satu sisi permintaan mengurangi permintaan gasnya.
"Akibat Covid-19 ini, maka jumlah cash demand berkurang. Ini sudah menyentuh batas minimum kontrak kami dengan hulu. Sehingga perlu dilakukan penyesuaian take or pay agar penyaluran aman," ujar Gigih.
Selain itu, perusahaan juga meminta relaksasi bagi pembayaran dengan dolar dan juga beban PPN agar ke depan perusahaan bisa mengembangkan bisnis LNG.
"Dengan begitu, pelanggan kami yang dapat melakukan ekspor, maka bisa bayar langsung pakai dolar AS. Lalu, relaksasi juga soal iuran pembebasan PPN," ujar Gigih.