Selasa 21 Apr 2020 15:09 WIB

Dukungan Allah Ketika Abu Jahal Mengancam Nabi (2-Habis)

Abu Jahal adalah tokoh di balik terwujudnya perang Badar.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Dukungan Allah Ketika Abu Jahal Mengancam Nabi (2-Habis)
Foto: Dok Republika.co.id
Dukungan Allah Ketika Abu Jahal Mengancam Nabi (2-Habis)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Namun, di saat Rasulullah menjalankan sholat, Abu Jahal masih mengancamnya. Sehingga Allah turunkan lagi ancaman dengan redaksi akan menyeret ubun-ubun (Abu Jahal).

Namun demikian, Abu Jahal tak berhenti menghalangi Nabi Muhammad SAW. Bahkan, Abu Jahal adalah tokoh di balik terwujudnya perang Badar yang terjadi pada tahun kedua hijriyah.

Baca Juga

Terbuktinya ancaman Allah

Namun demikian, pada perang Badar inilah ancaman Allah terbukti. Dalam perang Badar, perang antara kaum Muslimin yang hanya berjumlah 317 orang melawan kaum kafir sebanyak 1.300 orang, Allah membuktikan ancamannya. Abu Jahal dan pasukannya tewas.

Umat Muslim menang dalam perang ini. Sejarawan Ibnu Ishaq meriwayatkan Mu’adz bin Amr Al-Jamuh adalah orang yang mengincar Abu Jahal dalam perang Badar. Dengan pedangnya, dia menebas betis Abu Jahal sehingga putus.

Namun demikian, putra Abu Jahal—Ikrimah—membela ayahnya dengan menebas bahu Muadz sehingga tangan sahabat Nabi ini terputus namun dia tetap bertahan. Selanjutnya, muncul Mu’awwaz bin Afra yang mendapati Abu Jahal tergeletak. Maka dihajarnya Abu Jahal sehingga tak mampu bergerak, tetapi masih hidup, dan ketika itu ia ditinggal oleh Muadz.

Selanjutnya, dalam keadaan tak berdaya ia ditemui oleh Ibnu Mas’ud, seorang sahabat Nabi yang pendek dan lemah. Khawatir jangan sampai Abu Jahal masih memiliki kekuatan, dia pun membunuhnya. Demikian ancaman Allah—pada masa jaya Abu Jahal—untuk menyeret ubun-ubunnya jika dia tidak berhenti membangkang kepada Rasulullah SAW.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement