Rabu 22 Apr 2020 04:32 WIB

Pemeriksaan Orang Diduga Terinfeksi Corona Harus Diperluas

Pemeriksaan juga dilakukan ke orang menggunakan transportasi umum 14 hari terakhir.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Virus corona (ilustrasi). Pemerintah agar memperluas pemeriksaan orang yang diduga terinfeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Pemeriksaan tidak hanya yang memiliki riwayat kontak dengan penderita Covid-19, melainkan juga orang-orang yang bepergian menggunakan transportasi umum dalam kurun waktu 14 hari terakhir.
Foto: www.freepik.com
Virus corona (ilustrasi). Pemerintah agar memperluas pemeriksaan orang yang diduga terinfeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Pemeriksaan tidak hanya yang memiliki riwayat kontak dengan penderita Covid-19, melainkan juga orang-orang yang bepergian menggunakan transportasi umum dalam kurun waktu 14 hari terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiologis Henry Suhendra mengusulkan pemerintah agar memperluas pemeriksaan orang yang diduga terinfeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Pemeriksaan tidak hanya yang memiliki riwayat kontak dengan penderita Covid-19, melainkan juga orang-orang yang bepergian menggunakan transportasi umum dalam kurun waktu 14 hari terakhir.

"Indonesia perlu memperlebar skrining, tidak hanya orang yang punya riwayat kontak (dengan pasien Covid-19) melainkan juga orang-orang yang dalam 14 hari terakhir menggunakan transportasi umum ke daerah terjangkit. Sebab 70 persen pasien Covid-19 adalah orang yang tanpa gejala," ujarnya saat webinar 'Mengukur Efektivitas Intervensi Pemerintah dalam Penanganan Covid-19', Selasa (21/4).

Baca Juga

Selain itu, Jenry menyatakan, penelusuran kontak orang yang terinfeksi virus itu bersifat bias. Ia menyebutkan biasanya orang ditanya 14 hari terakhir cenderung lupa bertemu dengan siapa saja. Kemudian, dia melanjutkan, masalah lainnya adalah ketidakjujuran orang yang diwawancra misalnya kasus di Semarang, Jawa Tengah.

"Ini menjadi beban. Jadi skrining riwayat kontak mulai tidak efektif dan pemerintah harus lebih agresif," katanya.

Wakil Kepala Lembaga Eijkman Intitute David Handojo Muljono menambahkan, orang dalam pemantauan (ODP) dilacak untuk mencegah penularan intensif. Kemudian, ia menyebutkan pemeriksaan orang yang diduga terinfeksi virus ini dengan dua metode yaitu rapid test yang mengukur antibodi dan Polymerase Chain Reaction (PCR). 

Dia melanjutkan kalau rapid test menunjukkan hasil positif maka ia lanjut menjalani pemeriksaan PCR. Ia menambahkan, tes PCR dilakukan berbasis molekuler dan RNA yang notabene lebih sulit dari DNA. 

Untuk memaksimalkan pemeriksaan, ia menyebutkan pihaknya membantu mengerjakan pemeriksaan itu dengan mesin bio safety level (BSL) III. Kemudian, hasil tes dan jumlah kasus yang diumumkan pemerintah setiap sore.

"Tetapi apakah angka itu audah mencerminkan? Belum tentu karena masih ada yang diperiksa dan ada 48 laboratorium yang memiliki kapasitas," katanya.

Di kesempatan yang sama manager Grup Epidemiologi Spasial, Eijkman-Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar menambahkan, pemerintah menerapkan pengendalian Covid-19 dengan temukan, periksa, isolasi/rawat penderitanya. "Kemudian karantina orang yang kontak dengan penderita Covid-19," katanya.

Terakhir, perlu ada layanan kesehatan yang memadai untuk mengurangi kematian dan tekan penularan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement