Rabu 22 Apr 2020 06:51 WIB

Aspek Keadilan Covid-19 dan Solusi Pandemi Rasulullah SAW

Rasulullah SAW memberikan solusi menghadapi sebuah wabah.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nashih Nashrullah
Rasulullah SAW memberikan solusi menghadapi sebuah wabah.  Virus Corona (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Rasulullah SAW memberikan solusi menghadapi sebuah wabah. Virus Corona (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Banyaknya orang yang terjangkit Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) menimbulkan banyak pula kecemasan dan kegelisahan. Bagi umat Islam, pandemi cukup dikenal karena beberapa kali dikisahkan terjadi pada masa Rasulullah SAW.  

Pada zaman Nabi Muhammad SAW telah terjadi beberapa wabah yang menulari banyak orang. Direktur Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII), Dr Asmuni, mengatakan, sejumlah wabah yang pernah terjadi memang tidak mematikan.  

Baca Juga

Namun, pada masa itu wabah yang terjadi turut menular pula dengan cepat dan menyebabkan banyak orang terkena dampaknya. Berdasarkan catatan sejarah pada masa itu, wabah yang sering terjadi merupakan kusta atau lepra.

Sebagai tindakan pencegahan, Rasulullah memerintahkan untuk tidak berdekatan dengan penderita maupun wilayah yang terkena wabah. Konsep karantina wilayah ini seperti diungkapkannya dalam hadits riwayat Bukhari.

Hadits itu berbunyi, jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah maka janganlah kalian memasukinya. Namun, jika terjadi wabah di tempat kamu berada maka jangan tinggalkan tempat itu.

"Dalam menghadapi wabah penyakit, Nabi Muhammad SAW memberikan konsep karantina untuk menyelamatkan nyawa manusia dari ancaman kematian akibat wabah penyakit menular," kata Asmuni, Selasa (21/4).

Asmuni menuturkan, sepanjang sejarah umat manusia sebelum lahirnya pengobatan modern, wabah selalu ada dan datang silih berganti. Seperti Covid-19 yang ada pada masa sekarang yang datang dengan cepat dan secara tiba-tiba.

Ia berpendapat, Covid-19 mencerminkan universalitas semesta dengan segala kekuatan dan keadilannya sekaligus memperlihatkan universalitas manusia dengan segala kelemahan dan kezalimannya. "Virus ini berperilaku adil, tidak memilih sasaran mempertimbangkan status sosial, bisa mengancam kehidupan orang miskin dan orang kaya, rakyat biasa maupun penguasa, orang bodoh maupun orang intelek," ujar Asmuni.

Ia merefleksikan sifat Covid-19 yang tidak pandang bulu, masuk melalui jendela rumah sederhana dan jendela istana. Virus ini membuat orang mulai memikirkan kematian, sesuatu yang selama ini sering diabaikan dan jarang dipersiapkan.

Asmuni berpendapat, selain akan mengubah sikap keberagamaan, Covid-19 membuat manusia terpecah menjadi dua kutub, yaitu kutub sehat dan kutub sakit. Malah, bisa jadi virus ini pula yang akan mengubah peta politik global.

Oleh karena itu, ia menilai, negara yang kredibel selepas Covid-19 tidak lain merupakan negara yang mampu memberi solusi medis yang fungsional dan efektif. Hal ini sekaligus menantang ahli-ahli untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

"Penelitian dilakukan dalam rangka ikhtiar untuk menyelamatkan nyawa manusia, tidak terkecuali ilmuwan-ilmuan Muslim," kata Asmuni.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement