REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Jagad maya belakangan ini ramai tentang cuitan salah satu netizen tentang permintaan agar Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan bolehnya tidak berpuasa bagi mereka yang sehat, selama masa pandemi Covid-19.
Bolehkah mereka yang sehat tidak berpuasa karena adanya wabah Covid-19 lalu menggantinya dengan fidyah? Berikut ini tanggapan Satgas Covid-19 MUI Pusat, KH M Cholil Nafis, terkait boleh tidaknya meninggalkan puasa selama pandemi dan menebusnya dengan membayar fidiyah:
“Awalnya saya enggan memggapi pertanyaan di twitter yg memention saya tentang hukum mengganti puasa Ramadhan dengan membayar Fidyah (tebusan).
Namun karena Ustadz Yusuf Mansur (UYM) kirim pesan ke saya tentang pemberitaan media online yang menyebutkan bahwa MUI mengeluarkan fatwa memperbolehkan fidyah mengganti puasa Ramadhan karena pandemi virus Corona. Saya pun masih enggan menggapinya. Tapi UYM masih japri tetang pentingnya meluruskan berita karena sudah viral.
Sebenarnya MUI belum pernah menerima pertanya atau permintaan fatwa secara resmi dari manapun untuk menetapkan hukum fidyah menggantikan kewajiban puasa Ramadhan karena mewabahnya Pandemi Covid-19. Dan Seandainya ada yang bertanya saya yakin MUI tak akan mengkajihya apalagi sampai mengeluarkan fatwanya.
Fatwa dikeluarkan karena ada yang meminta fatwa dan dasarnya keputusan fatwa adalah dalil Alquran dan hadits. Jadi keputusan fatwa tak bisa dipesan seperti toko daring tapi keputusan fawa sesuai nilai dan prinsip hukum Islam.
Fidyah itu tebusan bagi orang yang tifak melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Ada empat hal yang diwajibkan membayar fidyah karena meninggalkan puasa Ramadhan:
1. Orang hamil dan orang yang menyusui yang tidak puasa karena khawatir anak yg dikandung dan yang disusui berbahaya jika ibunya berpuasa
2. Orang tua yang tak mampu berpuasa karena berusia lanjut
3. Orang sakit yang tidak ada harapan sembuh yang tak bisa berpuasa
4. Orang yang punya hutang puasa Ramadhan tidak menggantinya sampai melewati bulan Ramadhan berikutnya.
Allah SWT memberikan keringanan kepada mereka yang tidak mampu berpuasa dengan memberi makan orang miskin sebagai ganti puasanya, inilah yang disebut fidyah. Ini didasarkan kepada firman Allah SWT:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS Al-Baqarah: 184).
Fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud bahan pokok makannya setiap hari puasa yang ditinggalkan. Imam As-Syafi’I, Imam Malik, dan Imam An-Nawawi menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah 1 mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi SAW.
Maksudnya mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan (mirip orang berdoa). Mud adalah istilah yang menunjuk ukuran volume, bukan ukuran berat.
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu disebutkan bila diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.
Jadi tak bisa karena pendemi Covid-19 lalu puasa Ramadhan diganti dengan bayar fidyah. Sebab kewajiban fidyah itu karena tak bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan mengganti puasa yang ditinggalkan samapai melewati puasa tahun berikutnya. Sedangkan pendemi Covid-19 tak ada halangan untuk melaksanakan ibadah. Ayo tetap puasa karena puasa itu menyehatkan.”