REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Setiap tahun selama bulan Ramadhan, Masjid Light of Muhammad di Kairo menyiapkan meja panjang di jalan. Di sana, disiapkan makanan gratis bagi orang miskin untuk berbuka puasa setiap hari. Ini adalah amal yang banyak diandalkan di distrik miskin di tepi ibukota Mesir ini.
Tapi, kebiasaan itu terlalu berbahaya di masa pandemi Covid-19 ini. Di Mesir dan negara Muslim lainnya, "Maidatur-Rahman/ Meja Welas Asih" seperti ini telah dilarang.
Masjid di Mesir harus ditutup sebagai tindakan pencegahan terhadap wabah Covid-19. Dana yang masuk ke masjid atau lembaga akan digunakan untuk mendistribusikan makanan kemasan secara gratis dan uang tunai kepada mereka yang membutuhkan.
"Kami berharap cara ini dapat meringankan penderitaan mereka," kata muazin masjid di distrik Bahtim, Sheikh Abdel-Rahman, dikutip di Y Net News, Rabu (22/4).
Ketika Ramadhan dimulai, ditandai dengan bulan baru diakhir pekan ini, umat Islam di seluruh dunia berusaha untuk mempertahankan ritual berharga di bulan paling suci Islam, tanpa menyebarkan virus lebih lanjut.
Umat Muslim saat ini menemukan diri mereka terputus dari banyak hal yang membuat bulan ini menjadi istimewa, ketika pihak berwenang berusaha memerangi pandemi. Banyak negara menutup masjid dan melarang shalat tarawih berjamaah untuk mencegah keramaian.
Ulama terkemuka, termasuk di Arab Saudi, telah mendesak umat Muslim untuk beribadah di rumah. Pemerintah berusaha menyeimbangkan kebijakan pembatasan berkumpul dengan tradisi.
Lebanon dan Mesir, misalnya, telah melonggarkan jam malam mereka. Pemberlakukan jam malam dimulai pukul 20.00, sekitar satu jam atau 90 menit setelah matahari terbenam.
Kebijakan itu memberi beberapa kelonggaran untuk acara buka puasa meski tidak banyak. Masyarakat tetap tidak bisa pergi terlalu jauh untuk mengunjungi orang lain untuk makan bersama, kecuali mereka siap untuk menginap.
Negara-negara lain telah melarang perjalanan dalam negeri dalam waktu yang lama. Sementara Suriah melonggarkan larangannya, dan memungkinkan perjalanan antar provinsi selama dua hari seminggu
Di Malaysia, seorang warga, Mohamad Fadhil, mengatakan dia pasrah akan kehilangan bisnis di pasar Ramadhan. Dia dan penjual lainnya terbiasa menjajakan makanan dan minuman di pasar terbuka yang ramai. Pasar-pasar telah ditutup.
Meski begitu, dia berharap kebijakan kuncian atau karantina wilayah negara itu akan diringankan, sehingga dia bisa membawa putrinya yang berusia 7 tahun ke rumah.
Sang putri saat ini berada di rumah orangtuanya, yang berjarak sekitar satu jam jauhnya ketika kebijakan dimulai enam minggu lalu, dan menjebaknya di sana. "Saya harap kita bisa bersama sebagai keluarga selama Ramadhan," katanya.
Di Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, pemerintah telah melarang jutaan pegawai pemerintah, tentara, dan polisi melakukan perjalanan pulang kampung atau mudik selama Idul Fitri. Hari raya ini sebagai penanda akhir Ramadhan.
"Ketakutan akan virus Covid-19 menghalangi kami untuk merayakan Idul Fitri bersama orang tua saya," kata seorang pegawai negeri di Jakarta, Rachmad Mardiansyah.
Hilangnya berbagi makanan kepada sesam akan sangat menyakitkan, mengingat banyak orang kehilangan pekerjaan karena kebijakan pembatasan. Beberapa bergegas mengisi kekosongan pangan tersebut.