REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas mudik di Indonesia identik dengan perayaan Idul Fitri di kampung halaman. Kegiatan ini tidak hanya memiliki nilai silaturahim tapi juga dianggap sebagai budaya dan tradisi.
Di tengah menyebarnya pandemi global Covid-19, mudik tahun ini menjadi hal yang riskan dan berbahaya. Berpindahnya masyarakat dari satu daerah ke daerah lain, terutama dari daerah zona merah, dikhawatirkan membantu memperluas penyebaran virus tersebut.
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan imbauan agar umat Muslim tidak mudik. Anggota Wantim MUI, KH Abdullah Jaidi menyebut larangan mudik ini sudah jelas dan pernah disebut oleh Nabi Muhammad SAW.
"Rasulullah SAW telah menganjurkan agar apabila di daerah kamu terserang sebuah wabah, janganlah kamu berpindah ke tempat lain. Sangat mengkhawatirkan daerah lain itu akan tertular dengan wabah yang ada. Dan apabila di tempat kamu aman, sementara di tempat lain ada wabah, janganlah kamu keluar," ucap Kiai Abdullah Jaidi dalam konferensi pers bersama Dewan Pertimbangan MUI melalui media Zoom, Rabu (22/4).
Ketua MUI ini juga menyebut anjuran dari Rasulullah SAW tersebut dikeluarkan demi menjaga kesehatan setiap umat. Di zaman modern saat ini, tentu umat Muslim harus bersyukur dengan kemajuan teknologi dan informasi yang ada. Silaturahim menjadi lebih mudah dengan keberadaan berbagai media daring.
Wakil Ketua Wantim MUI, Prof Azyumardi Azra menyebut, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan larangan bagi masyarakat yang ingin mudik. Untuk menyikapi larangan ini, harus ada kesepakatan antara pemerintah pusat dan di daerah. Pemerintah pusat juga harus satu suara.
"Presiden sudah mengatakan dilarang mudik. Tapi bus antarprovinsi tetap beroperasi. Ini harus ada keselarasan dan kebulatan," ucapnya.
Ia juga menyebut hukum harus ditegakkan secara tegas bagi yang melanggar larangan tersebut. Namun, sebelum menegakkan hukum, kondisi di lapangan juga harus sejalan. Angkutan umum baik bus atau kereta antarprovinsi harus diberi kepastian apakah tetap beroperasi atau tidak.
Ketegasan dari pemerintah dianggap penting dalam kondisi saat ini. Jika tidak sejalan, yang menjadi korban dan kebingungan adalah masyarakat. Masyarakat Indonesia merasa bingung harus mengikuti anjuran yang mana.
Azyumardi juga meminta agar bantuan sosial agar segera direalisasikan. Bantuan yang diberikan dalam kondisi saat ini sangat diperlukan oleh masyarakat yang terdampak akibat penyebaran Covid-19 dan aturan bekerja dari rumah.
"Misal yang tidak ada KTP, apakah akan dapat bantuan? Ini realisasinya masih susah. Jadi saya kira hambatan yang bersifat administrasi harus segera diatasi," ujarnya.
Realisasi bantuan sosial kepada masyarakat terdampak, utamanya yang berada di daerah-daerah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menjadi sangat diperlukan. Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menyebut mudik bisa menjadi salah satu faktor penyebaran Covid-19. Mudik saat pandemik dinilai lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya.
"Kalau kita sayang keluarga di rumah, sayang sama orang tua dan saudara di kampung, tahun ini jangan mudik. Silaturahim bisa kita jalin dengan cara lain, misalnya melalui sambungan telepon atau lainnya,” ucapnya.
Fachrul berharap, larangan mudik ini tidak mengganggu kekhidmatan Ramadhan yang akan segera tiba. Sebaliknya, masyarakat bisa fokus menjalani ibadah di rumah selama bulan Ramadhan.