REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI - Dewan Penelitian Medis India menyarankan seluruh negara bagian di India untuk menghentikan penggunaan alat tes cepat atau rapid test Covid-19 dalam dua hari ke depan. Hal itu dikarenakan alat tes pada beberapa unitnya dinyatakan rusak.
Dewan mengirim tim untuk memvalidasi kit yang telah digunakan sehingga pihak dewan dapat menilai alat mana yang rusak, dan dapat melacaknya kembali ke pabrik. "Sampel positif menunjukkan terlalu banyak variasi dan perlu diselidiki," ujar Kepala Dewan Penelitian Medis India, Raman R Gangakhedkar dikutip CNN, Rabu (22/4).
Gangakhedkar mengatakan, di beberapa negara bagian keakuratan hasil uji sampel positif hanya enam persen, sedangkan yang lain adalah 71 persen. "Ini bukan hal yang baik, karena ketika variasi yang sangat besar terlihat, kita pelu selidiki. Penyakit hanya berusia 3,5 bulan sehingga smeua teknologi akan disempurnakan dari waktu ke waktu, tetapi kami tidak dapat mengabaikan semua ini," katanya dikutip India Today.
Selama dua hari ke depan, pihaknya akan mengirimkan delapan tim ahli di lapangan untuk memvalidasi hasil. "Oleh karena itu, semua negara diminta untuk tidak menggunakan alat uji cepat di lapangan selama dua hari ke depan," kata Gangakhedkar.
Sebelumnya, pemerintah Rajasthan berhenti menggunakan kit pengujian cepat untuk Covid-19 buatan China setelah mereka memberikan hasil yang tidak akurat. Menteri kesehatan negara bagian itu, Raghu Sharma mengatakan kit hanya memberikan hasil akurat 5,4 persen dibandingkan dengan harapan akurasi 90 persen dan oleh karena itu kit tidak bermanfaat.
Kit pengujian cepat dikerahkan di India pada pekan lalu. Kementerian Kesehatan India telah berulang kali mengatakan, bahwa alat kesehatan tersebut hanya boleh digunakan untuk pengawasan dan untuk menentukan tren epidemologis. Menurut catatan dewan, India telah menguji total 462.621 sampel dari 447.812 individu pada 21 April.