REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo menyatakan Kota Solo belum perlu menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sebab, dampak penerapan PSBB dinilai cukup berat, terutama dari sisi perekonomian.
Menurutnya, Pemkot Solo lebih mengutamakan opsi meningkatkan kesadaran masyarakat terkait protokol pencegahan penyebaran virus Corona atau Covid-19. Di antaranya, rajin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker saat keluar rumah, dan menjaga jarak atau physical distancing.
"Kalau sudah menunjukkan kesadaran masyarakatnya, tampaknya kita belum perlu PSBB.
Tetapi kalau kedisiplinan pakai masker, jaga jarak, kedisiplinan cuci tangan menggunakan sabun dan tidak berkerumun ini kembali mungkin saja bisa PSBB. Tapi harapan saya tidak PSBB, yuk masyarakat disiplin itu protokol kesehatan ini," terang Wali Kota kepada wartawan, Rabu (22/4).
Wali Kota menekankan, penerapan PSBB memiliki dampak cukup berat, terutama sektor perekonomian. Sebab, ketika PSBB dijalankan maka masyarakat tidak bisa lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Otomatis pemerintah daerah bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup warganya.
"Sehingga tidak mungkin PSBB. Karena PSBB harus channel betul satu masyarakat tidak boleh keluar betul dan makanan dikirim tapi kalau masyarakat masih boleh berkeliaran ya sama saja pencegahan itu tidak akan jalan," ujarnya.
Selain itu, Pemkot Solo tidak memiliki anggaran untuk PSBB. Saat ini, APBD Kota Solo hanya sekitar Rp 1 triliun.
"Kalau perekonomian tidak dapat dikendalikan nanti masyarakat makan dengan apa, pemerintah tidak punya kemampuan. Kalau PSBB itu kita mengandalkan dana dari provinsi dan pusat mungkin beda. Kami tidak punya anggaran, APBD kami cuma Rp 1 triliun lebih sedikit," ungkapnya.
Di samping itu, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Solo belum menemukan kasus penularan lokal. Sampai saat ini, pasien terkonfirmasi positif Corona merupakan transmisi interlokal atau impor dari daerah lain.
Karenanya, Pemkot Solo berupaya mendorong kesadaran masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19.
"Kesadaran masyarakat kami tuntut betul, pedagang pasar tradisional sudah 95 persen mengenakan masker, karena kalau tidak pakai masker nanti kami beri peringatan tiga kali, kalau bandel dicabut surat hak penempatan (SHP)," ucapnya.