REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Dhamantra dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subside enam bulan kurungan, terkait kasus dugaan suap pengurusan kuota impor bawang putih. JPU KPK meyakini I Nyoman Dhamantra bersama-sama dengan Mirawati dan Elviyanto telah menerima suap sebesar Rp2 miliar dari yang dijanjikan sebesar Rp 3,5 miliar dari Direktur PT Cahaya Sakti Argo (CSA) Chandry Suanda alias Afung, dan dua pihak swasta Dody Wahyudi dan Zulfikar.
"Terdakwa I Nyoman Dhamantra, bersama-sama dengan Elviyanti dan Mirawati, terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Jaksa KPK, M Takdir Suhan, dalam sidang tuntutan pada Rabu (22/4).
Dalam tuntutannya, suap diberikan agar I Nyoman dapat memuluskan pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian untuk kepentingan Chandry Suanda alias Afung, Direktur PT Cahya Sakti Agro (CSA).
Afung diketahui mengajukan permohonan impor melalui empat perusahaannya, yaitu PT Perkasa Teo Agro, PT Citra Sejahtera Antarasia, PT Cipta Sentosa Aryaguna dan PT Abelux Kawan Sejahtera. Ia bekerja sama dengan PT Pertani untuk memenuhi kewajiban wajib tanam 5 persen sebagai syarat diterbitkannya Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH).
Dody pernah bertemu dengan I Nyoman Dhamantra pada awal 2019. Dalam pertemuan itu, Dody bertanya bagaimana cara mengurus impor bawang putih. I Nyoman disebut meminta Dody membicarakan teknis pengurusan impor dengan Mirawati.
Dody kemudian menawarkan jalur pengurusan impor bawang putih melalui Nyoman dan Mira kepada Afung. Kemudian Afung pun menyetujui hal itu. Selanjutnya Dody melakukan pertemuan dengan sejumlah orang, termasuk I Nyoman, Mirawati, dan Elviyanto untuk membahas pengurusan ini.
Uang commitment fee untuk pengurusan impor bawang putih itu disepakati sebesar Rp 3.500.000.000. Dijelaskan dalam tuntutan, uang Rp 2.000.000.000 dari Rp 3.500.000.000 itu dikirim ke rekening bank milik seorang pegawai money changer milik Dhamantra. Sedangkan, uang Rp 1.500.000.000 rencananya dimasukkan ke rekening bersama yang dibuat Dody Wahyudi dan Ahmad Syafiq.
Masih dalam tuntutan Jaksa juga meminta agar Majelis Hakim dalam putusannya mencabut hak politik I Nyoman selama lima tahun terhitung sejak ia selesai menjalani pidana pokok. Pencabutan hak politik ini dituntut Jaksa lantaran I Nyoman Dhamantra telah mencederai amanat yang diberikan masyarakat yang telah memilihnya sebagai anggota DPR dengan melakukan tindak pidana korupsi.
"Perbuatan ini bukan saja tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, namun juga telah mencederai amanat yang diembannya selaku legislator yang merupakan 'wakil rakyat' dan tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat," kata Jaksa Takdir.
Dalam mempertimbangkan tuntutan terdapat sejumlah hal pertimbangan. Untuk hal yang memberatkan, selain tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi, I Nyoman Dhamantra juga tidak mengakui secara terus terang perbuatannya dan telah mencoreng citra anggota DPR yang seharusnya melindungi dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Sementara untuk hal yang meringankan, Jaksa menyatakan Dhamantra belum pernah dihukum.
Terpisah perantara suap yakni Elviyanti dan Mirawati juga menjalani tuntutan. Keduanya dituntut hukuman tujuh tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.