REPUBLIKA.CO.ID, NEWCASTLE -- Lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) Amnesty International terus menyoroti akusisi klub Liga Primer Inggris, Newcastle United, dari asal Arab Saudi yang dipimpin Pangeran Mohammed bin Salman. Direktur Amnesty Britania Raya, Kate Allen, meminta otoritas Liga Primer Inggris untuk segera membatalkan perencanaan pembelian the Magpies dari Pangeran Salman.
Pasalnya, rezim Arab Saudi di bawah kekuasaan Pangeran Salman telah banyak menyeret kasus pelanggaran HAM. Bahkan, Pangeran Salman dituding berniat melakukan pembersihan reputasi lewat investasi besar di bidang olahraga khususnya sepak bola Eropa.
"Selama permasalahan hak asasi manusia di Arab Saudi belum terselesaikan, Liga Primer tentu menempatkan dirinya pada risiko menjadi pihak yang ditipu melalui bidang sepak bola untuk menutupi tindakan yang sangat tidak bermoral, melanggar hukum internasional, dan bertentangan dengan nilai-nilai Liga Primer, pun komunitas sepak bola global," ujar Kate Allen dilansir BBC Sport, Rabu (22/4).
Klub berjuluk the Magpies saat ini sedang di tahap akhir akusisi dengan transaksi sekitar 300 juta pounds kepada pemilik Mike Ashley. Namun, berbagai protes berdatangan kepada Pangeran Salman.
Salah satu kasus yang menghebohkan juga sempat menyeret nama Pangeran Salman. Dirinya diduga melakukan aksi pembunuhan terhadap jurnalis Jamal Kasshogi pada 2018. Selain itu, Amnesty juga menyoroti aksi pembungkaman kebebasan berekspresi, persekusi aktivis HAM, dan diskriminasi kaum minoritas.
"Pangeran Salman telah menggunakan acara-acara olahraga dan kepribadian sebagai sarana untuk meningkatkan reputasi Kerajaan Saudi menyusul pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi," sambung pernyataan Amnesty.
Tuduhan pencitraan dengan menggunakan sarana olahraga sebelumnya telah dibantah oleh pemimpin investasi olahraga Arab Saudi, HRH Prince Abdulaziz bin Turki Al Faisal.
Al Faisal ingin membuat orang lebih terlibat dalam olahraga. Pada 2015, hanya 13 persen orang Saudi yang mengambil bagian dalam olahraga selama setengah jam atau lebih setiap pekannya. "Kami ingin itu menjadi 40 persen pada 2030. Ini semua adalah bagian dari program yang dirancang untuk membuat orang lebih aktif."